Salin Artikel

Cerita Sarmad, Seorang Muslim Pengurus Kelenteng di Pinggiran Pantai Karawang

KARAWANG, KOMPAS.com - Selepas matahari terbit, Selasa (5/2/2019), Sarmad sudah sibuk membersihkan kelenteng dan mempersiapkan perlengkapan sembahyang.

Enam tahun lalu, lelaki berusia 72 tahun itu bekerja sebagai pengurus Kelenteng Dewi Kwan In, klenteng kecil di pinggir Pantai Pisangan, Desa Cemara Jaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang.

"Enam tahun lalu, semenjak yang punya kelenteng meninggal, saya diminta untuk merawat," kata Sarmad, kepada Kompas.com, Selasa pagi.

Meskipun seorang muslim, ia mengaku tak masalah bekerja menjadi pengurus kelenteng. Menurut dia, yang paling terpenting adalah saling menghormati antarsesama.

"Agama itu masing-masing. Yang terpenting saling menghormati, saling menghargai. Saya sudah menanyakan kepada orang yang lebih mengerti, katanya boleh," kata Sarmad.

Apalagi, kata dia, sedari kecil ia sudah terbiasa berbaur dengan berbagai macam orang dengan latar belakang yang berbeda.

Maklum, di Desa Cemara Jaya, masyarakat dengan kultur dan agama berbeda hidup rukun berdampingan. "Sudah biasa, saling bertoleransi," kata dia.

Rumah tergerus abrasi

Pada 2016 lalu, abrasi yang menggerus sepanjang Pantai Pisangan hingga Cemara Jaya semakin mengganas. Bahkan, empat bulan lalu, ia terpaksa meninggalkan rumahnya.

"Rumah kena abrasi. Saya pindah sementara ke tanah milik pemilik ini (kelenteng)," kata dia.

Sebenarnya, kata dia, ia sudah mendapat tawaran pindah sejak abrasi mulai mengenai rumahnya. Namun, ia enggan meninggalkan tanah kelahirannya.

"Karena sejak dulu sudah di sini," kata dia.

Rupanya, abrasi tak hanya menerjang rumah Sarmad. Ratusan rumah warga lainnya juga terkena abrasi yang menerjang sejak 2005 lalu.

"Abrasi paling parah pada 2016 lalu. Saat itu belum dibangun sabuk pantai," kata dia.

Kelenteng pemilik tambak

Kelenteng tersebut, kata Sarmad, dibuat oleh Apuy yang berasal dari Kalimantan. Apuy mempunyai usaha tambak di Dusun Pisangan.

Hanya saja, selepas Apuy meninggal, tak banyak orang yang datang untuk beribadah. Istrinya memilih pindah ke Jakarta.

"Sesekali ada yang datang dari Jakarta, Cikarang juga ada," ungkap Sarmad.

Berdasarkan pengamatan Kompas.com, kelenteng ini hanya mempunyai satu altar. Bagian depan kelenteng ini menghadap langsung lepas pantai.

Namun, sebagian halamannya depan kelenteng mulai tergerus abrasi. Sebelah kirinya teronggok reruntuhan bangunan yang telah ditinggalkan pemiliknya.

Rumah-rumah itu habis dimakan abrasi. Di sekitarnya juga nampak tambak-tambak.

https://regional.kompas.com/read/2019/02/05/16375001/cerita-sarmad-seorang-muslim-pengurus-kelenteng-di-pinggiran-pantai-karawang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke