Salin Artikel

Natal di Surabaya dan Kisah Keluarga Andi

Kota industri ini penuh dengan pabrik-pabrik, gudang, dan pusat perbelanjaan. Namun demikian, perayaan Natal tahun ini sedikit lebih kusyuk.

Enam bulan lalu, runtutan serangan bom bunuh diri melanda Surabaya. Bom meledak di tiga gereja dan pos polisi. Sebuah bom juga meledak di kompleks apartemen di Sidoarjo saat polisi melakukan penyerbuan. Serangan ini mengakibatkan 28 korban meninggal dunia dan sekitar 50 korban luka-luka.

Saat Surabaya bersiap menyambut Natal – lagu-lagu Natal bergema di mal terbesar Tunjungan Plaza – tim Ceritalah bertemu Agustinus Dono Chrismiandi atau kerap disapa Pak Andi, seorang penganut Katolik berumur 52 tahun yang keluarganya menjadi korban terluka oleh serangan bom.

Andi bersama istri dan dua anaknya tinggal bersama orangtuanya. Warga asli Surabaya ini memiliki tinggi sekitar satu setengah meter, namun perawakannya yang tegas dan pipi yang menonjol, menunjukkan ketenangan.

Pada 13 Mei lalu, keluarganya sedang berada di Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel, dekat tengah kota Surabaya. Serangan di gereja tersebut dilakukan oleh dua remaja kakak beradik yang berusia 17 dan 15 tahun.

Orangtua mereka – Dita Oepriarto dan Puji Kuswati – serta dua adik perempuan, juga melakukan bom bunuh diri di dua gereja lainnya. Mereka bagian dari organisasi afiliasi ISIS, Jamaah Ansharut Daulah.

“Waktu itu, saya dan keluarga sedang menuju ke Gereja Santa Maria untuk menghadiri Misa Kedua jam 07.30. Keluarga berangkat duluan naik mobil Grab, sementara saya naik motor. . Mereka sampai sekitar pukul 07.10, tepat saat bom itu meledak,” tutur Andi.

“Saat saya sampai di gereja, saya tidak tahu kalau ada bom meledak. Saya hanya berpikir, ‘Mengapa motor-motor parkir di pinggir jalan? Kok ada asap?’ Lalu saya dengar orang berteriak kalau barusan ada bom meledak. Saya panik dan langsung mencari keluarga saya,” kata Andi.

Putranya yang berusia 17 tahun, Vincentius, masih ingat detik-detik saat bom meledak.
“Waktu itu saya sudah turun dari kursi depan mobil dan akan membuka pintu mobil sebelah kiri buat kakek," kata Vincentius.

Namun, saat Vincentius hendak membuka pintu, dia mendengar ledakan dari belakang dan Andi pun terpental menabrak sisi kiri mobil.

"Saya sempat bisa jalan sebentar, tapi kemudian mata saya seperti tertutup sesuatu. Ini masih ada bekas luka di bawah mata kiri. Kakek yang paling parah, dia terluka di kepala dan dada. Karena bom itu, kakek sekarang harus pakai alat bantu dengar,” kata Vincentius. 

Beruntung, keluarga Andi selamat. Namun, di sisi lain ada beberapa keluarga yang merayakan Natal dengan kursi-kursi kosong saat perjamuan makan malam.

Serangan teror ini, serangan teror pertama di Indonesia yang melibatkan anak-anak, telah meninggalkan luka mendalam bagi kota Surabaya.

Selain itu, seperti yang dijelaskan Andi, “Sehabis kejadian itu, saya masih ada sedikit trauma. Kalau saya melihat mobil Toyota Innova putih yang mirip dengan mobil Grab waktu itu, saya langsung teringat kejadian waktu itu. Tapi sekarang saya sudah tidak takut, saya dan keluarga selalu menguatkan dan mencoba bertumbuh dalam iman.”

Kini warga Surabaya, terutama umat Nasrani (9,1 persen warga Surabaya beragama Kristen dan 4 persen beragama Katolik), telah berhasil menanggalkan kejadian teror tersebut dan terus melanjutkan kehidupan mereka.

Wali Kota Surabaya yang sangat disayangi warganya, Tri Rismaharini, telah berupaya untuk menyurutkan ketegangan dan memulihkan kepercayaan diri publik.

“Setiap bulan tanggal 13 ada peringatan di Gereja Santa Maria Tak Bercela dan mengundang keluarga korban serta beberapa tokoh agama. Saya dan keluarga beberapa kali hadir,” Andi melanjutkan ceritanya.

“Saya sudah mengampuni mereka. Saya tidak punya rasa dendam, karena menyimpan dendam itu sama seperti menyimpan sampah. Harapan saya sekarang adalah umat antaragama untuk terus saling berkomunikasi satu sama lain, sehingga jaringan, toleransi, dan jalinan kasih dapat terbangun. Hal ini yang juga saya ajarkan ke anak-anak,” tuturnya.

Saat dunia menyambut Tahun Baru, pengampunan dan memulai hidup baru akan menjadi lebih berat dilakukan oleh keluarga yang menjadi korban – sesuatu yang berbeda dari perayaan Natal pada umumnya.

Surabaya telah mengalami pukulan berat, namun warganya – yang tahan uji dan ramah – akan bangkit, lebih kuat dari sebelumnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/12/26/20191701/natal-di-surabaya-dan-kisah-keluarga-andi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke