Salin Artikel

Kisah Mute, Korban Gempa Palu yang Kini Jadi Relawan

PALU, KOMPAS.com - Hampir sebulan berlalu pasca-gempa dan tsunami melanda Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018.

Hingga saat ini, upaya pencarian korban dan bantuan terus dikerahkan oleh petugas kesehatan dan para relawan yang bertugas.

Namun yang menarik, salah satu korban gempa Palu, Muthmainnah atau Mute (23), memilih mengabdikan dirinya menjadi relawan Palang Merah Indonesia (PMI) guna membantu proses pembangunan lokasi pengungsian untuk korban di Balaroa, Palu Barat.

"Saya senang menjadi relawan karena sebelumnya saya tergabung dalam Palang Merah Remaja (PMR), jadi saya sudah mengerti dasar-dasarnya," ujar Mute saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (23/10/2018).

Gempa datang

Sebelum bencana itu datang, Mute bersama keluarganya tinggal di Desa Tinggede, Kecamatan Maralowa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Ia bercerita, ketika gempa datang, Mute bersama keluarganya sedang berada di rumah. Dia langsung keluar rumah begitu terasa guncangan besar dalam beberapa saat.

"Ketika gempa datang, saya spontan lari keluar rumah tapi dengan keadaan panik karena kekuatan gempa yang sangat kuat, jadi untuk berdiri saja susah," kata Mute.

"Saya berhasil keluar rumah dalam keadaan merangkak. Setelah sampai di luar rumah, saya baru sadar bahwa kakak saya masih di dalam rumah. Lalu saya panggil nama kakak saya dan saya susul masuk ke dalam rumah untuk menjemput kakak saya," ujar perempuan kelahiran 14 Agustus 1995 ini.

Beruntung, kakak Mute selamat dan rumah mereka tidak mengalami kerusakan parah.

"Rumah di Tinggede, Alhamdulillah masih baik, hanya retak-retak saja. Cuma saat itu, saya dan keluarga panik dan langsung keluar rumah," ujar Mute.

Sementara, keluarga Mute tinggal di Kecamatan Donggala, selama rumah mereka dalam proses perbaikan.

Jadi relawan

Melihat situasi lingkungan yang porak-poranda akibat gempa bermagnitudo 7,4 dan likuefaksi, Mute memutuskan untuk menjadi relawan gempa Palu.

Mute mengatakan, awalnya ia turun sebagai tim distribusi bantuan yang bertugas menyalurkan bantuan dari donatur-donatur yang masuk ke PMI. Bantuan, kemudian disalurkan ke masyarakat secara langsung.

Saat ini, Mute bertugas siang dan malam sebagai relawan yang membantu pembangunan lokasi pengungsian untuk membantu warga Sulawesi Tengah yang terdampak gempa bumi, tsunami, dan khususnya terkena likuefaksi di Balaroa.

Balaroa adalah salah satu wilayah yang mengalami dampak likuefaksi paling parah.

"Saya menjadi relawan yang bertugas dalam membantu pembangunan lokasi pengungsian untuk korban Balaroa yang rumahnya terkena likuefaksi," ujar Mute.

Menurut Mute, lokasi pengungsian yang dibangun masih sebatas hunian sementara yang masih menggunakan tenda-tenda.

Adapun tenda yang digunakan adalah family tent dengan kapasitas satu keluarga untuk satu tenda.

Selain itu, dalam lingkup lokasi pengungsian, warga Balaroa juga difasilitasi dengan listrik, air bersih, dan tempat mandi-cuci-kakus (MCK), pelayanan kesehatan, dan dapur umum.

Mute mengungkapkan, ia merasa senang karena bisa membantu orang-orang yang dalam keadaan sangat membutuhkan.

"Sebagai relawan, saya jelas bahagia karena bisa membantu orang-orang yang sedang dalam keadaan sangat membutuhkan," ujar Mute.

"Saya akan merasa lebih sedih dan malu ketika saya memiliki kemampuan untuk membantu tapi tidak turun dalam misi kemanusiaan terutama di daerah sendiri," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/23/18123031/kisah-mute-korban-gempa-palu-yang-kini-jadi-relawan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke