Salin Artikel

Kisah Bocah-bocah Pengasuh di Sampang, Bersekolah Sambil Mengasuh Adik (1)

Ismail, bocah berusia sebelas tahun, ikut bergegas menuju masjid yang jaraknya 400 meter dari rumahnya dengan berjalan kaki. Ia sendirian, karena ayahnya Khatib pergi merantau ke Malaysia empat tahun yang silam. Menyusul ibunya tiga tahun berikutnya.

Usai shalat berjamaah di masjid, Ismail segera membangunkan kedua adiknya, Mila (4) dan Dila (3). Bersama kakaknya, Musrifah (14), Ismail memandikan adiknya.

Mila lebih suka dimandikan Ismail, sedangkan Dila lebih senang dimandikan Musrifah. Begitu pula dalam berpakaian, Mila dan Dila lebih suka kepada kakaknya yang sudah memandikannya.

Remmeh (60) nenek Ismail, mulai menyiapkan sarapan pagi untuk keempat cucunya. Remmeh juga harus siap-siap berangkat ke ladang-ladang di sekitar rumahnya setelah menyiapkan sarapan keempat cucunya, untuk mencari rumput pakan dua sapi ternaknya.

Sebelum memastikan sarapan lengkap, Remmeh belum berangkat ke ladang. Setelah semuanya lengkap, perempuan yang mulai ubanan ini, pergi meninggalkan rumahnya.

Ismail bersama tiga suadaranya, kompak sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh neneknya. Menu sarapan mereka berupa nasi jagung, telur goreng. Terkadang ikan laut dicampur sambal dan mie instan rebus.

"Kalau sedang punya beras untuk dimasak, anak-anak bisa sarapan pagi. Kalau tidak ada, mereka disuruh beli jajan di sekolahnya," ujar Remmeh saat ditemui Kompas.com, Kamis (11/10/2018).

Usai sarapan, Ismail kemudian bergegas ke sekolahnya di SDN Palenggiyan 1 di Dusun Tebbes. Mila dan Dila ikut Ismail ke sekolahnya dengan jalan kaki.

Sedangkan Musrifah, menjaga ruam, karena sudah lulus SMP dan tidak melanjutkan lagi ke jenjang SMA karena masalah biaya. Ismail butuh waktu 10 menit untuk sampai ke sekolahnya.

"Harus jalan kaki bersama-sama karena saya tidak punya sepeda," kata Ismail.


Di sekolah, Ismail duduk di bangku kelas VI dan berada di urutan paling depan. bagian tengah. Kedua adiknya, duduk di bangku sebelah kanan dan kirinya. Itu dilakukan agar kedua adiknya tidak bercanda saat pelajaran di kelas dimulai.

Rupanya, di sekolah ini, Ismail tidak hanya sendiria yang ke sekolah sambil mengasuh adiknya. Namun banyak siswa lainnya. Seperti di kelas V, ada tiga anak. Termasuk Moh Zaenal Fatah (10) yang juga membawa adik sepupunya ke kelas. Ada juga Angga (10).

Rodiatul Adawiyah, salah satu guru di SDN Palenggiyen 1 menuturkan, siswa sambil mengasuh adiknya di sekolah sudah lama terjadi. Bahkan tidak hanya di sekolahnya saja, tetapi di sekolah-sekolah lain di sekitar desanya juga sama.

"Sudah biasa kalau di sini anak-anak membawa adiknya ke dalam kelas ikut belajar," terang Rodiatul Adawiyah.

Perempuan yang akrab disapa Ada ini menceritakan, kebiasaan anak-anak membawa adiknya ke kelas dikarenakan belum adanya pendidikan anak usia dini (PAUD).

Namun sejak ada PAUD, anak-anak mulai jarang membawa adiknya ke sekolah. Sebelum ada PAUD, setiap hari anak-anak membawa adiknya ke kelas.

"Sekarang hanya anak yang tidak masuk PAUD saja yang ikut ke kelas bersama kakaknya. Kalaupun ada, anak itu pulang dari PAUD langsung ke sekolah kakaknya ikut ke dalam kelas," imbuh Ada.

Faktor anak jadi pengasuh anak di sekolah, menurut Ada, karena orang tua anak tersebut sibuk bekerja mencari nafkah. Ada yang bertani, buruh tani, sibuk mencari air dan ada yang ditinggal merantau ke luar daerah dan luar negeri. Sehingga di rumah tidak ada yang mengasuhnya.

Setelah pelajaran di sekolah selesai, semua anak yang membawa adiknya ke sekolah, pulang bersama-sama. Anak-anak yang sekolah di PAUD, tidak berani pulang sendirian.

Sehingga harus menunggu kakaknya selesai belajar di sekolah. Termasuk Ismail dan kedua adiknya. 

https://regional.kompas.com/read/2018/10/12/07565511/kisah-bocah-bocah-pengasuh-di-sampang-bersekolah-sambil-mengasuh-adik-1

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke