Salin Artikel

Kisah Samiyati, Guru Honorer di Jombang yang Tak Mampu Beli Sepatu

Perempuan kelahiran 1978 ini menjadi salah satu peserta aksi demonstrasi, Rabu (3/10/2018). Bersama teman-temannya, Samiyati bersuara lantang soal nasib mereka.

Sumiyati tak sendiri. Bersama ratusan honorer ia berunjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang hingga Pendopo Kabupaten Jombang.

Di Pendopo Kabupaten Jombang, Samiyati menjadi salah satu perwakilan pengunjuk rasa dan berkesempatan bertemu Wakil Bupati Jombang, Sumrambah. 

Di hadapan sang wakil bupati, ibu tiga anak ini menyampaikan keluh kesahnya. Ia pun mempertanyakan nasibnya yang tidak bisa mengikuti seleksi CPNS karena persoalan usia. 

"Sekarang ada rencana pengangkatan CPNS, tapi ternyata tidak bisa ikut karena usia sudah lewat. Lalu, nasib kami yang usianya sudah lewat bagaimana," kata Samiyati.

20 Tahun Mengabdi

Pengabdian Samiyati menjadi honorer di bidang pendidikan tidaklah sebentar. Sudah 20 tahun ia mengabdi di sekolah milik pemerintah, namun nasibnya tidak kunjung membaik. 

Gajinya tiap bulan hanya berkisar Rp 300.000-Rp 500.000.

"Ya, seperti yang disampaikan teman-teman tadi. Pastinya tidak manusiawi. Kalaupun ada tunjangan, itu juga tidak pasti dapat. Turunnya juga tidak pasti," ujar Samiyati ditemui seusai aksi demonstrasi.

Dengan gaji minim, Samiyati harus menghidupi 3 anaknya dengan kondisi perekonomian yang serba terbatas.

Ditambah penghasilan suaminya sebagai pekerja serabutan, tak mampu menjadikan kehidupan keluarganya menjadi layak.

"Beberapa kali menggadaikan motor waktu anak sakit untuk biaya berobat, bahkan sering (gadaikan motor). Kadang-kadang (menggadaikan motor) saat anak butuh biaya sekolah," tutur Samiyati. 

Sepatu Usang

Motor yang kerapkali digadaikan Samiyati, merupakan satu-satunya sarana yang dia miliki untuk ke Sekolah.

Jarak dari rumah Samiyati ke SDN Pulosari 1 Bareng Jombang, sejauh 2 kilometer.

"Kalau (motor) sudah digadaikan, ke sekolah jalan kaki. Mau bagaimana lagi, karena tugas mengajar, harus tetap berangkat meskipun dengan jalan kaki," beber Samiyati.

Gaji minim sebagai guru honorer juga memaksa perempuan 40 tahun ini harus tampil dalam kesederhanaan. Karena tak mampu membeli sepatu, dia terpaksa memakai sepatu usang dengan kondisi lem terkelupas pada beberapa bagian.

Tuntutan lain demonstran yakni meminta pemerintah mengangkat honorer Kategori dua (K2) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penyelesaian permasalahan tenaga honorer K2 tanpa dibatasi usia.

Menanggapi tuntutan tersebut, Wakil Bupati Jombang Sumrambah menyatakan, akan memperjuangkan aspirasi para guru dan tenaga honorer.

"Intinya kita akan support, salah satunya meminta agar pemerintah pusat mengkaji ulang soal rekrutmen CPNS tahun ini," bebernya.

Pemkab Jombang, lanjut Sumrambah, akan menggelar pertemuan dengan perwakilan honorer, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Pendidikan dan Instansi lainnya, serta DPRD Jombang.

"Jum'at besok akan kita diskusikan bagaimana menyelesaikan masalah teman-teman honorer ini," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/03/20210891/kisah-samiyati-guru-honorer-di-jombang-yang-tak-mampu-beli-sepatu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke