Salin Artikel

Melihat Kembali Gempa Lombok 2018 dan Sejarah Kegempaannya

Setidaknya ada enam kejadian gempa bumi yang memiliki magnitudo lebih dari 5,5. Gempa bumi magnitudo 6,4 yang terjadi pada 29 Juli 2018 merupakan awal dari rangkaian Gempa Lombok 2018.

Secara mekanisme kejadiannya, gempa ini dipicu oleh adanya aktivitas sesar naik di utara Lombok. Berdasarkan laporan awal BNPB pada 30 Juli 2018, gempa bumi ini mengakibatkan korban jiwa 16 orang dan lebih dari 10.000 bangunan rusak.

Sedangkan BMKG mencatat, setidaknya ada 585 kejadian gempa susulan sampai dengan pukul 07.00, 5 Agustus 2018.

Pukul 18.46 WIB, gempa bumi magnitudo 6,9 pada kedalaman hiposenter 34 km kembali menghantam Lombok bagian utara. Secara kekuatan, gempa kedua ini lebih besar dari gempa yang pertama.

Tentunya kejadian ini memperbanyak jumlah korban jiwa dan memperparah kerusakan bangunan di Lombok, Bali, dan sebagian di Sumbawa bagian barat.

Berselang empat hari setelah gempa kedua, tepatnya pada 9 Agustus 2018 pukul 12.25 WIB, gempa dengan kekuatan 5,9 kembali terjadi. Posisi gempa ketiga lebih ke barat dan berbeda dengan gempa pertama dan kedua yang saling berdekatan di bagian utara Lombok.

Sekitar 10 hari setelah gempa ketiga tepatnya 19 Agustus 2018, kita kembali dikejutkan dengan dua gempa dengan kekuatan lebih besar dari magnitudo 6,0 terjadi di Lombok yang posisi gempanya lebih ke timur.

Kedua gempa tersebut memiliki magnitudo 6,3 terjadi pada pukul 11.10 WIB dengan kedalaman hiposenter 7,9 km dan magnitudo 7,0 terjadi pada pukul 21.56 WIB dengan kedalaman hiposenter 25 km.

Pada 25 Agustus 2018, gempa magnitudo 5,5 terjadi di timur Lombok atau lebih tepatnya di Sumbawa bagian barat. Gempa ini bisa dikatakan gempa ke-6 dari rangkaian Gempa Lombok yang magnitudonya lebih dari 5,5.

Disamping gempa-gempa yang kekuatannya relatif lebih kecil, BMKG mencatat gempa-gempa susulan yang terjadi di Lombok baik yang dirasakan maupun tidak adalah lebih dari 2000 kejadian.

Gambar 1. Sebaran gempa yang terjadi di Lombok, enam gempa besar ditandai dengan lingkaran hitam kombinasi biru yang memberi informasi mekanisme fokus sesar naik. Sedangakan lingkaran merah adalah sebaran gempa susulan yang terjadi mulai tanggal 29 Juli – 10 September 2018. Data mekanisme fokus dan hiposenter gempa diperoleh dari katalog USGS.

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), secara keseluruhan kerusakan yang diakibatkan oleh rangkaian Gempa Lombok 2018 adalah 71.962 unit rumah rusak, 671 fasilitas pendidikan rusak, 52 unit fasilitas kesehatan, 128 unit fasilitas peribadatan dan sarana infrastruktur.

Sedangkan data korban adalah 460 orang meninggal dunia, 7.733 korban luka-luka, 417.529 orang mengungsi. Perkiraan kerugian sementara yang dilakukan oleh BNPB akibat Gempa Lombok mencapai triliunan. Angka ini belum termasuk kerugian yang diakibatkan oleh penurunan kunjungan wisatawan lokal dan manca negara.


Tektonik dan sejarah kegempaan di Lombok

Kawasan Bali dan Nusa Tenggara memiliki tatanan tektonik yang rumit dan aktif. Keberadaan zona subduksi di bagian selatan yang merupakan zona tumbukan antara Lempeng Kerak Samudra Indo-Australia dengan Lempeng Benua Eurasia. Salah satu implikasi dari adanya aktivitas tumbukan pada zona ini adalah terjadinya gempa bumi.

Sedangkan di bagian utara Bali dan Nusa Tenggara, kondisi tektoniknya dipengaruhi oleh adanya aktivitas pada busur belakang Flores yang terbagi dalam dua segmen. Berdasarkan buku Peta Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua segmen tersebut adalah Segmen Bali dan Segmen Lombok Sumbawa.

Selain dua segmen tersebut, sisi timur dan barat Lombok diimpit oleh beberapa segmen struktur tektonik. Di barat Lombok terdapat dua segmen, yaitu Lombok North dan Lombok Central. Sedangkan di bagian timur Lombok terdapat tiga segmen, yaitu Sumbawa North, Sumbawa Central dan Sumbawa South.

McCaffrey & Nabelek memaparkan tentang dinamika tektonik dan sejarah kegempaan di Bali dan Nusa Tenggara dalam makalah berjudul Earthquake, Gravity, and The Origin of The Bali Basin: An Example of a Nascent Continental Fold-and-Thrust Belt. Makalah tersebut dipublikasikan pada Journal of Geophysical Research pada tahun 1987.

Berdasarkan makalah ini, setidaknya ada tujuh kejadian gempa sejak 1963 di Bali dan Lombok dengan magnitudo yang relatif besar. Ketujuh gempa itu adalah gempa pada 18 Mei 1963, 22 Mei 1963, 2 gempa pada 14 Juli 1976, 30 Mei 1979, 20 Oktober 1979, dan 17 Desember 1979 (Gambar 2).

Gambar 2. Sebaran gempa bumi pada tahun 1963, 1976 dan 1979 yang terjadi di Bali dan Lombok.

Pada gambar 2 di atas, terlihat bahwa secara posisi, gempa-gempa terjadi berada di bagian barat Lombok dan utara Bali. Sedangkan untuk Lombok bagian utara cederung tidak gempa dengan magnitudo yang signifikan.

Secara pola mekanisme kejadian gempa, gempa yang terjadi pada 2018 hampir sama dengan gempa yang terjadi pada 1963, 1976, dan 1979. Mekanismenya adalah sesar naik.

Hal ini memberi pemahaman bahwa gempa-gempa tersebut dipicu oleh aktivitas sesar naik yang ada di utara Bali dan Lombok.

Gempa Lombok 2018 posisinya berbeda dengan gempa 1963, 1976 dan 1979. Dan tidak tertutup kemungkinan kejadian gempa pada 1963, 1976, dan 1979 akan berulang kembali.

Tentu kita tidak berharap kejadian gempa tahun 1963, 1976 dan 1979 kembali berulang. Akan tetapi kita perlu memahami bahwa gempa memiliki pola yang berulang.

https://regional.kompas.com/read/2018/09/23/11321551/melihat-kembali-gempa-lombok-2018-dan-sejarah-kegempaannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke