Salin Artikel

Lurik yang Semakin Eksis

Kain ini semakin dikenal sejak kebijakan mengenakan baju tradisional diterapkan di seluruh instansi di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Para aparatur sipil Negara (ASN) wajib mengenakan baju tradisional pada Kamis pahing dan hari-hari besar daerah.

"Kamis Pahing dipilih terkait hari perpindahan keraton dari Ambar Ketawang ke keraton sekarang ini. Kamis Pahing hari berdirinya Keraton Yogyakarta," kata Kasie Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Kulon Progo, Heri Widada, Kamis (30/8/2018).

Kain lurik biasanya dibikin jadi baju surjan bagi pria dan kebaya bagi wanita. Lurik, dengan sentuhan warna warninya, dapat pula jadi bahan kemeja atau sebagai komponen estetika pada rompi, tas, atau jas.

Semangat penenun

Kebijakan wajib berbusana Jawa itu membuat industri tenun lurik di Kulon Progo maju pesat. Salah satunya kelompok Bangun Karyo di Dusun Bantarjo, Banguncipto, Kecamatan Sentolo.

Mereka lebih dikenal sebagai penghasil tenun Bantarjo. Workshop pembuatan tenun ini hanyalah bangunan kecil berdinding kayu. 

"Pabrik mini" ini diisi beberapa mesin manual, seperti alat tenun bukan mesin (ATBM), pemintal, alat pembuat pola lurik, dan beberapa mesin jahit. Di luar bangunan itu, ada jemuran untuk mengeringkan benang katun yang habis diwarnai.

Pabrik mini ukuran sekitar 6x6 meter ini terasa sumpek karena banyaknya peralatan tenun. Sekalipun ruang workshop terasa padat, para pelaku tenun di dalamnya cukup menikmati pekerjaan di sana. 

Para penenun memiliki latar berbeda-beda, seperti petani, penambang batu, maupun ibu rumah tangga. Keahlian di dunia tenun didapat dari otodidak dan pelatihan yang digelar pemerintah.

"Kami pernah latihan di Mumbul. Sejak itu bekerja di tenun ini," kata Robandi, salah satu pekerja di Bangun Karyo. 

Tumiyem (50), merupakan salah satu penenunnya. Ia bekerja sepanjang pagi hingga tengah hari demi menghasilkan tiga meter kain tenun dalam satu hari.

"Ongkos lumayan karena per meter saya dibayar Rp 7.000," katanya.

Tumiyem sejatinya spesialis penenun stagen yang sudah dilakoninya selama 13 tahun. Semua dikerjakan di rumahnya di RT 17, selepas bekerja menenun lurik.

"Setengah hari kerja bikin lurik di sini (workshop), setengah hari bikin stagen di rumah. Saya bikin 65 gulung stagen sebulan. Kalau tenun lurik, tiga meter sehari," katanya.

Pembina Bangun Karyo, Udjik Sudaryati, menjelaskan pesanan banyak berdatangan dari sejumlah instansi pemerintah di DIY. Sedangkan bahannya menggunakan benang katun, sehingga nyaman untuk dipakai oleh konsumen.

"Kami produksinya tenun lurik, jadi kita fokus ke luriknya, meski yang sudah dalam bentuk jadi juga sudah ada, seperti surjan, kebaya, dll tergantung pesanan," kata Udjik.

Industri tenun ini bekerja sama dengan Ova Collection, sebuah usaha yang membuat busana dan menjual hasil produksi tenun, bukan hanya surjan, kebaya, tapi hem dan blus. 

Penjahit busana bernama Solahudin (48) mengatakan, ia sendiri mampu membuat 2-3 baju surjan dalam satu hari menjahit. Satu bulan, ia sanggup sedikitnya menjahit 65 busana.

"Lumayan, saya bisa menghasilkan lebih dari UMR. Saya juga seorang penjahit umum, selain menjahit surjan dari tenun Bantarjo ini," kata Solahudin.

Ia mengatakan, produksi busana kebaya lurik untuk wanita juga tinggi. Solahudin mengatakan, setidaknya satu bulan lebih dari lima kebaya sehari atau sekitar 150 baju kebaya lurik dalam satu bulan.

Setelah menjadi busana, harganya bersaing. Solahudin mengatakan, satu potong surjan atau kebaya bisa dibanderol antara Rp 150.000-200.000.

"Tergantung kualitas kain dan variasi jahitan," kata Solahudin.

Cinta produk lokal

Kepala Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Kulon Progo, M Haryono mengatakan, warga sudah mengenal produk kain tenun lurik sejak lama. Salah satu yang paling lama adalah Koperasi Tenun Mumbul di Boro, Banjarasri, Kalibawang. 

Puluhan perajin tenun ATBM pernah bercokol di Mumbul sampai sekarang. Mereka bisa memproduksi kain, serbet, selimut, sarung, kain pel, waslap, baju pelajar, dan stagen. Produk Mumbul tersebar ke banyak daerah di Indonesia. 

Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo mengembangkan pertumbuhan tenun ini lewat Gerakan Bela dan Beli Kulon Progo, yakni gerakan mencintai produk lokal. Dinas Koperasi dan UMKM pun menyambutnya dengan mengirim 10 orang untuk berlatih tenun dan bantuan peralatan tenun di 2106. 

Mereka mengharapkan tumbuh perajin sekaligus variasi motif tenun lurik khas Kulon Progo dari hasil pelatihan itu. Dengan demikian, industri tenun bisa menjadi salah satu yang mendongkrak perekonomian di wilayah Kulon Progo. 

"Ada tiga UKM tenun di Kulon Progo yang pertama Ngrojo di Nanggulan, kedua Tenun Bantarjo, dan berikutnya Mumbul. Semua menggunakan alat tenun bukan mesin," katanya.

 

https://regional.kompas.com/read/2018/09/06/07032331/lurik-yang-semakin-eksis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke