Salin Artikel

Menelusuri Jejak Kerajaan Sriwijaya yang Mulai Terkikis di Kota Kapur (1)

Kepala Desa Kota Kapur, Makmun, mengatakan, ada tiga situs yang kini tampak sebagai perkebunan biasa. Hanya plang nama yang menjadi penanda bahwa sejumlah kawasan menjadi lokasi penemuan benda bernilai sejarah.

“Gundukan tanah ini sengaja dibuat untuk menutupi situs di dalamnya. Kondisi ini bahkan sudah sejak lama. Konon di dalamnya ada susunan bata dan tembikar,” kata Makmun saat berbincang dengan Kompas.com di Desa Kota Kapur, Sabtu (18/8/2018).

Dia berharap, penelitian segera dilakukan untuk merekonstruksi bangunan situs yang disebut sebagai peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Selain sebagai magnet bagi wisatawan, keberadaan situs diharapkan menjadi identitas nasional yang bernilai tinggi.

“Dari desa ini ditemukan prasasti kota kapur. Prasasti yang menjadi sumber kunci akan adanya Kerajaan Sriwijaya,” ujarnya.

Pada Sabtu (18/8/2018) siang, Kompas.com bersama rombongan kuliah kerja nyata (KKN) Universitas Bangka Belitung berkesempatan untuk melakukan penelusuran tiga situs Kota Kapur. Cuaca cerah saat kami melewati jalanan yang belum diaspal sepanjang hampir dua kilometer.

Situs pertama yang kami jumpai berupa benteng alam dengan topografi perbukitan. Tidak ada tanda-tanda bangunan tempo dulu yang tersisa.

Perjalanan kemudian dilanjutkan memasuki perkebunan sahang (lada), dan ditemukan dua buah batu berbentuk bundar. Penduduk meyakini batu-batu tersebut bagian dari lokasi pemandian penguasa Kota Kapur kala itu.

Situs ketiga yang kami dapati berada di areal perkebunan karet dan durian milik warga. Pada situs ini hanya ada gundukan tanah yang sengaja dibuat untuk menyembunyikan benda-benda di dalamnya.

Secara keseluruhan, kawasan situs Kota Kapur berada dalam ladang dan perkebunan milik penduduk setempat. Saat musimnya tiba, berbagai buah-buahan seperti durian, duku, mangga dan pisang membanjiri Desa Kota Kapur.

Jalur sungai

Berjarak sekitar satu kilometer dari kawasan situs, mengalir Sungai Mendo. Sungai ini terhubung dengan selat yang memisahkan Sumatera Selatan dan Pulau Bangka.

Berdasarkan informasi yang dirangkum, Sungai Mendo sebagai jalur pelayaran tradisional yang eksis hingga saat ini. Ini terbukti dengan adanya dermaga yang menjadi lokasi sandar puluhan perahu nelayan.

Konon penguasa Sriwijaya dari daratan Sumatera Selatan (Palembang) masuk ke Kota Kapur melalui jalur Sungai Mendo. Kedatangan ekspedisi Sriwijaya untuk mengingatkan penguasa Kota Kapur untuk tunduk dan patuh.

Sebagai peringatan, sebuah prasasti ditinggalkan kemudian dikenal dengan nama Prasasti Kota Kapur. Prasasti tersebut berisi sumpah dan kutukan bagi setiap orang yang membangkang terhadap Raja Sriwijaya.

Replika Prasasti Kota Kapur kini bisa dilihat di Museum Timah Pangkal Pinang. Prasasti tersebut terbuat dari batu setinggi 1,5 meter dengan angka 686 Masehi. Kali pertama diselamatkan oleh pegawai Belanda, Van der Meulen pada tahun 1892.

Batu Yoni

Salah satu peninggalan Kota Kapur yang masih disimpan masyarakat setempat yakni Batu Yoni. Batu ini diklaim sebagai peninggalan asli Sriwijaya yang tidak diperbolehkan dibawa keluar dari Desa Kota Kapur.

Juru Pemelihara (Juper) Situs Kota Kapur, Mahadir, mengatakan, batu Yoni sengaja disimpan di rumahnya sebagai bukti otentik warisan sejarah. Batu sepanjang satu meter dengan lubang di bagian tengahnya itu, telah disimpan secara turun temurun.

“Dulunya dari orang tua saya yang menyimpan. Beliau pernah diangkat sebagai kepala kampung sekitar tahun 1939. Masih zamannya Belanda,” ungkap Mahadir.

BERSAMBUNG: Warisan Sriwijaya di Kota Kapur, Batu Yoni yang Diyakini Punya "Suami" hingga Pulau Hantu (2)

https://regional.kompas.com/read/2018/08/27/10355151/menelusuri-jejak-kerajaan-sriwijaya-yang-mulai-terkikis-di-kota-kapur-1

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke