Salin Artikel

Dipecat via WhatsApp, Dua ABK di NTT Tidak Diberi Pesangon


KUPANG, KOMPAS.com - Dua orang anak buah kapal (ABK) yang bekerja untuk dua kapal feri milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengadu ke sejumlah wartawan karena dipecat tanpa pesangon.

Pengaduan itu karena manajemen PT Flobamora yang mengelola feri tempat mereka bekerja memecat keduanya melalui pesan WhatsApp (WA).

Dua orang ABK itu yakni Abdul Rahim (ABK KMP Ile Boleng) dan Jaharianto (Mualim 1 di KMP Sirung).

Abdul Rahim yang dipecat pada Senin (19/2/2018) mengaku bahwa kejadian tersebut bermula saat ia mengajukan cuti pada tanggal 21 Januari 2018 dengan tujuan mengambil ijazah pelayaran di Makassar selama satu minggu lamanya.

"Surat tersebut saya ajukan melalui nakhoda kapal, kemudian meneruskan surat izin cuti kepada Manajer Operasional PT Flobamora," kata Abdul, Kamis (22/2/2018).

Sebelum berangkat ke Makassar, lanjut Abdul, dia sempat menelepon manajer operasional untuk menanyakan surat izin tersebut dan dia dikabari bahwa surat tersebut telah didisposisi, tetapi masih menunggu ditandatangani oleh direktur umum.

Abdul mengaku, karena waktu yang mendesak, manajer operasional akhirnya mengizinkan Abdul pergi cuti. "Izin itu pun disampaikan secara lisan," tuturnya.

Menurut Abdul, setelah berkas ijazahnya selesai diurus di Makassar, lalu pada 28 Januari 2018 ia kembali mengabari manajer operasional bahwa ia akan kembali Kupang pada 30 Januari dan akan kembali berlayar seperti biasa.

"Tapi, pada 30 Januari, tiba-tiba saya dapat pesan WhatsApp dari pihak PT Flobamora yang tertera foto surat peringatan (SP) dan juga surat pemecatan," ucapnya.

Saat berada di Kupang, kata Abdul, ia pun menghadap manajer operasional untuk menanyakan alasan pemecatannya. Namun, semua keputusan itu berasal dari pimpinan perusahaan.

"Saya sudah bekerja sejak tahun 2013 dan dipecat secara sepihak. Tentu saya meminta hak saya, yakni pesangon sesuai aturan yang berlaku. Tetapi, dari manajemen PT Flobamora mengatakan bahwa saya tidak berhak mendapat pesangon sehingga saya lapor ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT dan DPRD NTT, tapi belum direspons hingga kini," sebutnya.

Sementara itu, Jaharianto mengaku dipecat sejak 2015. Menurut dia, pada awalnya dia mengajukan cuti selama satu bulan, tetapi setelah selesai cuti dan hendak pulang untuk masuk kerja, dia juga mendapat kiriman WhatsApp berupa foto surat peringatan dan surat pemecatan.

"Setelah dipecat, tapi saya sama seperti teman saya, yakni tidak dapat pesangon," ucap Jaharianto.

Dia mengaku, ada kejanggalan dalam pemecatan tersebut. Yang pertama adalah keduanya merasa tidak melakukan kesalahan sebelumnya secara berturut-turut, tetapi tiba-tiba ada surat peringatan sebanyak tiga kali.

Herannya lagi, surat peringatan tersebut tertulis tahun 2016 dan 2018, tetapi keduanya merasa tidak melakukan kesalahan pada tanggal sesuai surat tersebut.

"Kalau memang ada, kenapa suratnya tidak dikasih saat itu, tetapi saat pecat baru tiba-tiba muncul," ungkapnya.

Keduanya juga menilai ada permainan dalam perusahaan untuk melengserkan mereka untuk memasukkan pekerja lain yang memiliki latar belakang hubungan keluarga dengan oknum dalam direksi.

"Kami merasa diperlakukan tidak adil dan tidak sesuai mekanisme sehingga kami akan terus berjuang menuntut hak kami hingga kami bisa memperolehnya," tuturnya.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Umum PT Flobamora Hironimus Soriwutun mengatakan, pemecatan itu dilakukan sesuai aturan dalam perusahaan.

"Kami kirim surat pemecatan melalui WhatsApp karena kedua ABK ini tidak berada di tempat sehingga tidak tahu ke mana alamatnya ketika kami mau kirim suratnya. Kami foto surat pemecatan dan dikirim melalui WhatsApp," ujar Hironimus.

Dia menyebutkan, pemecatan itu dilakukan karena kedua ABK itu meninggalkan tugas melebihi masa cuti.

Pemecatan itu, lanjut Hironimus, dilakukan karena dalam aturan pelayaran, satu orang saja dari kru kapal tidak lengkap maka sudah pasti tidak diberi izin oleh syahbandar untuk melakukan pelayaran.

Sedangkan daftar pelayaran dalam setahun sudah terlapor ke Kementerian Perhubungan.

"Lebih merugikan lagi bagi masyarakat umum, bila kapal tidak bisa berlayar hanya karena kurangnya kru kapal. Pemecatan dan pergantian kru kapal ini adalah langkah tepat untuk menyelamatkan kepentingan pelayanan kepada masyarakat," sebutnya. 

Terkait pesangon, kata Hironimus, dia menyebutkan, berdasarkan Pasal 156 Undang-Undang Tahun 2013, karyawan yang dipecat akibat lalai tidak mendapat pesangon.

"Kami juga sudah siap jika dipanggil DPRD dan Disnakertrans untuk proses mediasi," tuturnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/02/23/08204951/dipecat-via-whatsapp-dua-abk-di-ntt-tidak-diberi-pesangon

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke