Salin Artikel

Ketika Anak Berkebutuhan Khusus Tampil Menari Gandrung di Banyuwangi

Mereka menari pada pembukaan Festival Anak Berkebutuhan Khusus yang digelar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Kamis (2/10/2017). Berbeda dengan Tirza yang bisa mendengar, Sifa dan Nadifa mengandalkan suara getaran dari musik yang diputar.

Puji lestanti (52), guru bidang studi keterampilan SMPLB yang mendampingi mereka bertiga menjelaskan, Sifa dan Nadifa bisa menari sejak SD. Sementara Tirza yang baru tiga tahun tinggal di Banyuwangi belajar menari gandrung dari video yang diputar.

Awalnya, menurut perempuan yang akrab di panggil Tanti tersebut, muridnya berlatih gerakan secara otodidak dari VCD. Kemudian mereka belajar dengan menggunakan hitungan dalam hati.

"Untuk mempermudah, saya meminta mereka menulis gerakannya berapa langkah ke kanan, berapa ke kiri. Agar tidak lupa. Karena pendengaran dari mereka sangat minim mereka mengandalkan getaran dari musik yang dimainkan," jelas Tanti.

Seharusnya, menurut Tanti, panggung penari Tuna Rungu harus didesain khusus yaitu panggung getar, sehingga para penari bisa mengikuti musik yang diputar.

Namun untuk tampil hari ini, musik lebih dikeraskan dan Tanti membantu memberikan contoh gerakan dari bangku penonton agar sesuai dengan musik yang putar.

"Mereka sudah terbiasa tampil, bukan hanya di Banyuwangi tapi juga beberapa kali tampil di luar kota," jelas Tanti.

"Saya bilang ke anak saya, kamu harus percaya diri. Harus menunjukkan prestasi. Nggak usah minder. Tapi yang pasti sebisa mungkin saya selalu mendampingi dia kalo tampil di mana saja," jelas ibu empat anak tersebut.

Agar mudah berkomunikasi, sehari-hari Yuli berbicara dengan anaknya menggunakan bahasa oral bukan menggunakan isyarat. Bahasa isyarat hanya digunakan jika Nadifa berada di sekolah.

Hal tersebut ia terapkan agar putri keduanya tersebut bisa berkomunikasi jika kuliah di luar kota dan bertemu dengan orang-orang baru.

"Sekarang SMA dan rencananya memang akan melanjutkan kuliah di Malang. Jadi kita latih selalu berkomunikasi bahasa oral atau mulut bukan dengan isyarat agar dia lebih mandiri jika bertemu dengan orang baru," jelasnya.

Pada acara yang digelar di Pendopo Shaba Swagata Blambangan tersebut dihadiri seribu anak kebutuhan khusus. Selain menari, mereka menampilkan kesenian seperti musik dan membaca puisi serta memamerkan hasil karya mereka di beberapa stand.

“Tidak hanya festival, tapi juga ada seminar dan talk show yang digelar di berbagai tempat,” imbuh Ipuk.

Ia menegaskan, dengan festival tersebut, harus ada pemahaman bersama jika anak berkebutuhan khusus harus mendapatkan perhatian dan kesempatan seperti anak pada umumnya.

Kabupaten Banyuwangi telah mempunyai Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2017 yang mewajibkan sekolah umum untuk menerima siswa berkebutuhan khusus di setiap rombongan belajar (rombel) tiap tahun.

Saat ini, ada 1.065 siswa berkebutuhan khusus yang sekolah di 117 sekolah inklusi yaitu sekolah reguler yang menerima siswa berkebutuhan khusus dengan jumlah guru pendamping sebanyak 465 guru.

Sedangkan jumlah siswa di Sekolah Luar Biasa sebanyak 2.600 siswa yang bersekolah di 40 lembaga yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus. 

https://regional.kompas.com/read/2017/11/02/16323521/ketika-anak-berkebutuhan-khusus-tampil-menari-gandrung-di-banyuwangi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke