Salin Artikel

Berkat di Gunungkidul Itu Bernama "Panen Padi 3 Kali Setahun"

Warga Dusun Sedono, Desa Pundungsari, Semin, melakukan panen raya padi, Rabu (27/9/2017). Panen kali ini menjadi kebanggaan tersendiri karena di wilayah Sedono, petani dapat tiga kali memanen padi setahun. Padahal untuk menuju ke dusun tersebut harus menaiki perbukitan yang cukup terjal.

Sesampainya di wilayah persawahan yang hampir berada di atas bukit, terdapat ratusan kotak sawah mirip teras iring yang ada di Bali. Beberapa petani menunggui tanaman padi yang menguning dari serangan burung liar.

Salah seorang warga Sedono, Tumino, mengatakan, Dusun Sedono berada di wilayah perbukitan sehingga jarang ditemukan area yang datar. Namun dengan adanya dua sumber air yang ada di puncak bukit dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat dan pertanian. Untuk menahan air dibuat embung sekitar 10 meter.

"Berkat sumber itu, setiap tahunnya kami dapat panen tiga kali. Kondisi ini merupakan hal yang sangat jarang dilihat di Gunungkidul karena rata-rata hanya panen dua kali saja," katanya, Rabu.

Warga lainnya di Dusun Sedono, Suroto, menambahkan, warga tak perlu membayar air untuk pertanian, karena sumber air berada di wilayah tersebut melimpah. Warga hanya perlu bergantian dengan warga lainnya untuk memanfaatkannya, terutama musim kemarau.

Saat petani lainnya membiarkan lahan pertaniannya berhenti warga di dusun tersebut tetap bisa menanam.

"Warga tidak mengeluarkan biaya karena untuk pengairan menggunakan sistem gravitasi sehingga seluruh lahan bisa dialiri," tuturnya.

Warga sekitar bisa memanen padi hingga 10,4 ton padi setiap hektarnya. Total lahan persawahan di Dusun Sedono mencapai 25 hektar. Namun, untuk masa tanam ketiga area yang ditanami hanya seluas 15 hektar.

"Memang untuk musim kemarau luasannya tidak sebanyak saat musim penghujan, menyesuaikan sumber air, bukan karena lahan yang dimiliki warga tetap produktif," imbuh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Kecamatan Semin Ngadiman.

Bupati Gunungkidul Badingah mengapresiasi panen padi di musim kemarau yang dilakukan oleh warga Dusun Sedono. Dia berharap ini bisa menjadi pelecut petani.

"Semangat petani dengan lahan terbatas bisa menjadi contoh daerah lainnya, tidak hanya Gunungkidul tetapi di daerah lainnya," katanya.


Tanah abadi

Pemerintah DIY mencatat, setiap tahun 200 hektar lahan pertanian beralih fungsi atau dikonversi menjadi perumahan. Berbagai upaya terus dilakukan salah satunya dengan membuat lahan abadi sebesar 36.000 hektar.

"Di DIY, kurang lebih terdapat 200.000 hektar lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan peruntukan lain, seperti industri. Lama kelamaan, lahan pertanian produktif semakin berkuran," kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X saat ekspos potensi desa di lapangan Padukuhan Pundungsari, Semin, Gunungkidul, Rabu (27/9/2017).

Tanah yang beralih fungsi tergolong sawah produktif. Hal ini karena biasanya sawah berada di lokasi yang datar dan mudah diakses. Sementara itu, untuk tanah kering berada di perbukitan.

Kondisi ini cukup memprihatinkan karena sawah sebagai penyokong produksi padi. Sultan menilai, tata ruang yang menjadi tanggung jawab pemangku kebijakan di daerah sering diabaikan.

Selain itu, dinamika perkembangan masyarakat yang membutuhkan perumahan.

"Konversi lahan fenomena yang sulit dikendalikan. Banyak sawah yang diubah menjadi lahan lain. Hal ini dapat merugikan. Selain sebagai sumber produksi pangan, lahan sawah, juga berfungsi menampung limpasan air untuk mencegah banjir," ungkapnya.

Selain dampak lingkungan, kerugian lainnya yakni sektor pertanian sktor paling banyak menyediakan lapangan kerja, seperti dari petani, buruh tani, hingga penggilingan padi.

Sultan menjelaskan, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 menunjukkan, di DIY terdapat 13,1 persen warga miskin, 60 persen di antaranya bekerja di sektor pertanian. Rata-rata petani hanya memiliki lahan seluas 0,2 hektar.

Pemda DIY sudah memiliki regulasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, yang menyatakan, jumlah lahan di DIY yang sudah ditetapkan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekitar 36.000 hektar.

Pada ayat 8 pasal 1 disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah ditetapkan dengan luas paling kurang 35.911,59 hektar.

Adapun wilayah Kabupaten Sleman dengan luas paling kurang 12.377,59 hektar; Kabupaten Bantul dengan luas paling kurang 13.000 hektar; Kabupaten Kulon Progo dengan luas paling kurang 5.029 hektar; dan Kabupaten Gunungkidul dengan luas paling kurang 5.505 hektar.

"Lahan pertanian yang ada harus kita lindungi, sehingga tidak dikonversi menjadi lahan untuk peruntukan lain, seperti untuk lahan industri," tandasnya.

Asisten Sekda II Bidang Perekonomian dan Pembangunan DIY, Sigit Sapto Raharjo, menambahkan, lahan pertanian produktif yang diubah menjadi lahan untuk peruntukan lain.

"Seperti di daerah Kasihan, Bantul, yang merupakan daerah penyangga kota, banyak sekali alih fungsi lahan di sana," tuturnya.

Petani di DIY juga diharapkan dapat memepertahankan lahan pertanian untuk tidak diubah. Salah satu cara yang diterapkan adalah dengan cara bergabung dalam satu kelompok tani.

"Petani yang memiliki lahan sempit, menggabungkan lahan pertanian mereka yang ada di satu tempat sehingga menyulitkan untuk beralih fungsi karena satu lokasi dimiliki beberapa orang," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2017/09/28/07000041/berkat-di-gunungkidul-itu-bernama-panen-padi-3-kali-setahun-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke