Salin Artikel

Kisah Wanita Berkursi Roda Meniti Kemandirian dengan Merajut

Wanita usia 37 tahun itu harus terus berkarya, merajut, agar orderan yang sudah menumpuk segera terpenuhi. Karena dari pesanan-pesanan itulah dia bisa sekedar menutup kebutuhan ekonominya. Aktivitas merajut menjadi sumber penghasilan utamanya.

Dia menggelutinya sejak tiga tahun terakhir. Tepatnya setelah pensiun dari usaha kerajinan bambu yang sejak lama dia geluti.

"Kalau kerajinan bambu, dulu saya bikin besek. Pekerjaannya berat hasilnya kecil," ujar Sri saat ditemui di rumahnya, Senin (11/9/2017).

Warga Desa Toyoresmi, Kecamatan Ngasem ini, memutuskan mengganti pekerjaannya karena kerajinan bambu membutuhkan tenaga yang luar biasa. Aktivitasnya dimulai dari memilah batang bambu hingga membelah batangan itu menjadi irisan tipis-tipis baru kemudian dianyam menjadi aneka ragam kerajinan.

Pekerjaan itu tentu sangat berat dan membutuhkan keleluasaan gerak padahal Musripah hanya mampu mengerjakannya dari atas kursi roda. Sehingga kemudian dia meninggalkannya untuk memilih pekerjaan yang lebih terjangkau baginya.

Wanita single ini mengalami lumpuh sejak duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Tidak ada yang tahu pasti penyebab kelumpuhannya itu. Semua berawal saat dia terjatuh saat bermain bersama teman-temannya di lapangan sekolahnya.

Usai jatuh itu badannya panas dan terbaring sakit. Tidak lama kemudian tahu-tahu tubuh bagian pinggul hingga ke bawah tidak bisa digerakkan. Saat itu keluarganya sudah mengupayakan pengobatan, namun belum ada hasil. "Pengapuran sumsum tulang belakang atau apa gitu, saya lupa," ujar Musammah, kakak Musripah.

Kondisi itu pula yang membuatnya tidak pernah kembali ke sekolah. Paktis dia hanya mengenyam bangku sekolah dasar kelas 4. Dia lebih banyak beraktifitas di sekitaran rumah dan berjuang dalam kemandirian.

Merajut bagi Musripah tidak sekedar berorientasi ekonomi tetapi juga penegasan akan pentingnya hidup mandiri. Hidup berdikari tanpa banyak menunggu uluran tangan orang lain. Bahkan untuk menunjang mobilitasnya itu, kursi rodanya juga sudah dia modifikasi khusus.

"Saya memang ingin mandiri. Sukses karena daya upaya sendiri," sebutnya.

Dia berupaya selalu meng-update wawasannya dengan bergabung pada grup-grup rajut yang mempunyai jadwal pertemuan secara teratur maupun grup yang ada di dunia maya. Melalui komunitas itu pula dia dapat mengembangkan usahanya terutama pada sisi pemasaran hasil kreasinya.

Banyak kreasi yang telah dia buat, mulai  gantungan kunci dengan karakter tokok kartun, wadah tisu, aneka souvenir pernikahan, hingga tas rajut. Harga produknya juga relatif terjangkau.

Perbedaan harga tergantung pada jenis barang dan tingkat kesulitan pengerjaannya. Untuk dompet harganya sekitar Rp 80.000, tas Rp 350.000, wadah tisu Rp 50.000, serta gantungan kunci antara Rp 10.000- Rp 30.000.

Sementara pemasaran produknya dilakukan oleh rekan-rekannya sehingga Musripah hanya fokus pada sisi produksi. Karya Sri pun sudah menembus ke luar pulau. 

Wanita yang memberi label produknya dengan nama "Siti Handmade" ini tidak mau berangan-angan besar. Dia hanya ingin menjalaninya dengan lancar dan diberi kesehatan agar senantiasa dapat menyelesaikan pesanan-pesanan yang masuk. 

https://regional.kompas.com/read/2017/09/16/15402731/kisah-wanita-berkursi-roda-meniti-kemandirian-dengan-merajut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke