Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampung Atas Air Balikpapan, Dulu Kumuh Sekarang Asri

Kompas.com - 09/01/2017, 13:52 WIB
Lukas Adi Prasetya

Penulis

KOMPAS - Tidak banyak permukiman kumuh yang akhirnya bisa ditata dan berhasil seperti Kampung Atas Air di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Tentu tidak sempurna seratus persen, tetapi sederet penghargaan dan perubahan yang lebih baik, setidaknya sudah cukup membuktikan.

Pohon-pohon yang ditanam dalam pot memenuhi hampir semua gang. Papan-papan kayu ulin yang dibentangkan sebagai jalan, tertata cukup rapi. Anak-anak asyik bermain dan mencebur ke rawa. Terasa menyenangkan saat sejenak berjalan santai di kampung ini, pekan lalu.

Menjelang malam, nyala api dari kilang-kilang minyak Pertamina, yang berpendar-pendar, semakin terlihat memesona. Langit yang biru, pekat, berpadu dengan nyala warna merah. Bakau-bakau yang terhampar, mulai "tenggelam" seiring datangnya air pasang.

Beberapa warung tenda mulai buka, seiring satu demi satu warga yang datang ingin sejenak bersantai. Papan-papan ulin yang terlindas roda motor dan sepeda menimbulkan suara klethek-klethek berkali-kali, menjadi orkestra bunyi yang tak terhindarkan.

"Tidak ada warga yang menduga kawasan yang dulu kumuh ini bisa nyaman. Ada banyak pohon, meski masih sebatas di pot. Sudah cukup rindang, dan hijau, kan? Namun, dulu, siapa yang mikir menanam pohon," ujar M Aziz, pemuka warga Kampung Atas Air, Minggu (11/12).

Hingga awal tahun 1990, kawasan tersebut masih kumuh. Rumah-rumah kayu tertancap tanpa kejelasan "alur" gang dan tidak ada yang memikirkan kebersihan dan kenyamanan. Tidak ada jaringan air bersih dan tidak ada yang menanam pohon. Kebakaran rumah pun menjadi kabar biasa.

Gersang, tak nyaman, bau, sumpek, dan kotor. Diperparah jarak permukiman yang terlalu dekat dengan kilang Pertamina, 50-100 meter. Rawa di bawah rumah-rumah kayu bisa dibilang seperti bak sampah raksasa.

Semua sampah dan apa yang tidak diperlukan dibuang begitu saja ke bawah rumah (rawa). Warga belum sadar apa dampaknya. Warga juga belum paham pentingnya menata kampung, sampai terjadi kebakaran besar tahun 1992 yang menghanguskan 75 persen wilayah.

Kesadaran baru

Dari 600 rumah milik warga yang mayoritas nelayan ini hanya tersisa 140 rumah. Tak sanggup membangun, tetapi tetap berkeinginan tinggal, membuat warga kebingungan. Di sisi lain, Pertamina merasa permukiman ini terlalu dekat dengan kilang.

Pemkot Balikpapan juga bertahun-tahun mewacanakan relokasi. Serangkaian kondisi itu menemukan benang merahnya, yakni warga bersedia direlokasi, tetapi ke lokasi yang berdekatan. Permukiman baru pun bergeser 300 meter menjauh dari kilang.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com