SURABAYA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, merasa keberatan jika pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi disebut "santri". Karena sebutan santri hanya untuk pelajar di pondok pesantren.
Santri, kata Ketua MUI Jawa Timur, KH Abdusshomad Bukhori, adalah orang yang belajar agama di pesantren kepada seorang guru agama atau yang disebut "kiai". Sementara Padepokan Dimas Kanjeng bukanlah pesantren. Di sana, kata Abdusshomad, tidak ada kegiatan belajar agama, dan Dimas Kanjeng bukanlah seorang kiai.
"Sebutan santri adalah pelecehan terhadap santri pondok pesantren," katanya, Rabu (12/10/2016).
Keberatan tersebut juga tertulis dalam sikap resmi MUI Jawa Timur, terkait maraknya isu padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
MUI Jawa Timur dalam kasus tersebut telah menerjunkan tim dan membahasnya dengan MUI Probolinggo dan MUI Pusat.
Dalam hasil bahasannya, MUI menyebut aktifitas Dimas Kanjeng adalah aksi penipuan yang berkedok agama, dengan tujuan mendapatkan keuntungan finansial.
Rabu siang, MUI Jawa Timur dan sejumlah ormas islam menggelar pertemuan khusus membahas padepokan Dimas Kanjeng. Setelah itu mereka dijadwalkan akan melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim.
Baca: Saya Percaya Dimas Kanjeng Betul-betul Bisa Gandakan Uang