Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisruh Pabrik Semen Menunggu Kebijakan "Sakti" Ganjar

Kompas.com - 30/08/2016, 15:05 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Kisruh pendirian pabrik semen di beberapa kabupaten di Jawa Tengah disertai perlawanan rakyat masih menjadi persoalan serius kepimimpinan Gubernur Ganjar Pranowo dan wakilnya Heru Sudjatmoko selama tiga tahun berkiprah di Jawa Tengah.

Persoalan itu tak kunjung tuntas lantaran belum ada kebijakan “sakti” yang dibuat selama keduanya menjabat.

Gubernur Ganjar Pranowo mengakui memilih jalan hukum ketimbang jalur lain, karena lebih memberi kepastian hukum. Pengadilan tempat menguji sah tidaknya analisis dampak lingkungan (amdal) yang disusun.

Gubernur menunggu hingga putusan hukum itu terbit. Jika pengadilan mengijinkan, pemerintah berjanji memberikan izin, sementara jika ditolak, ijin tidak akan diterbitkan. Pilihan kebijakan itu tampak mudah, namun beresiko lantaran membutuhkan waktu yang amat panjang dan tidak segera memberi kepastian untuk perusahaan berinvestasi.

"Yang di Pati, Rembang selalu saya arahkan pada gugatan (hukum). Saya (akan) ikuti sebagai eksekutif, sebagai gubernur. Kalau (rakyat) menang, tidak pernah ada pabrik semen," kata Ganjar.

Gugatan hukum melalui peradilan sesungguhnya membutuhkan waktu lama. Gugatan amdal terhadap SK Gubernur bernomor 668.1/17/2012 untuk PT Semen Indonesia di Rembang misalnya diputus pengadilan sejak 2014, sementara amdal dari Bupati Pati bernomor 660.1/4767 diputus pengadilan sejak 2015.

Keduanya sudah diputuskan pengadilan, namun hingga kini Pemda Jateng belum menerbitkan keputusan yang dijanjikan. Beberapa wilayah di Jateng sendiri menjadi incaran penambang untuk menjadikan bahan baku di pegunungan kapur menjadi semen.

Di Rembang sudah berdiri PT Semen Indonesia yang kini pembangunan telah 95 persen, di Pati telah ada rencana pendirian PT Indocement, dan di bagian karst Grobogan juga telah diincar penambang lain. Begitu juga di pegunungan Wonogiri dan Gombong (Kebumen).

Masyarakat khawatir lingkungan akan rusak bila terjadi penambangan. Mereka juga meyakini amdal yang diterbitkan pemerintah daerah bermasalah karena tidak sesuai Perda Tata Ruang.

Warga, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil dari berbagai daerah wilayah terus menyuarakan aspirasinya menolak kehadiran pabrik semen di Jawa Tengah.

“Soal lingkungan ini tidak bisa dibatasi yang kena dampak langsung atau tidak. Lingkungan ini seperti bola, semua bisa merasakan,” cetus tokoh Sedulur Sikep Pati, Gunretno, yang aktif dalam gerakan menolak.

Ganjar pun membuka pintu bagi semua pihak di ruang kerjanya untuk mendengar alasan mereka yang menolak, maupun warga yang menerima.

Seperti, sembilan Kartini Kendeng yang gigih menolak dengan aksi cor dua kaki. Mereka mendatangi ruang kerja gubernur menyampaikan keluhannya. Kedatangannya meluruskan pemberitaan miring, sekaligus meneguhkan komitmen menjadi pelestari alam. Begitu juga masyarakat yang membutuhkan kehadiran pabrik semen.

Deni Yuliantini, perempuan dari Grobogan menyinggung penambangan semen kaitan dengan program unggulan Jateng ijo royo-royo. Salah seorang Kartini Kendeng itu mengingatkan gubenur bahwa jika izin penambangan tak diatur akan menggagalkan programnya sendiri.

Warga yang aktif menolak lalu mendirikan tenda di sekitar pintu masuk pabrik semen di Jalan Rembang-Blora. Mereka ingin agar alam batu kapur yang ada di kawasan Kendeng tidak ditambang sehingga alam bisa terjaga.

“Saya tidak mau pulang, selagi pabrik belum cabut. Ini biar alam tidak dirusak. Kalau sudah ditambang mana mungkin bisa dikembalikan, tidak bakalan,” kata warga Desa Timbrangan, Rembang, Narti (40), kepada Kompas.com, belum lama ini.

Sementara masyarakat yang menyetujui pabrik semen berkata lain.

Seperti Dwi Joko Suprianto, Sudarjo (Desa Tegaldowo), Wakijah, Wahyuningsih, Sarki (Desa Pasucen), Evi Mulyaningsih (Desa Timbrangan), Winastuti (Desa Kajar). Mereka adalah warga penerima manfaat yang tinggal di ring I atau 3 KM dari lokasi PT Semen Indonesia di Gunem, Rembang.

Mereka memberikan testimoni bahwa pabrik menguntungkan rakyat sekitar. Joko menyebut, warga desa tidak perlu keluar kota untuk mencari pekerjaan karena bisa tertampung dan memanfaatkan pekerjaan di pabrik.

Keberadaan pabrik, menurut mereka, membantu keasrian hutan, karena kayu hutan sudah tidak banyak dijarah oleh warga.

Selain itu, rasio pernikahan dini juga menurun melalui pendidikan. Warga yang hendak bekerja harus mengenyam pendidikan terlebih dulu jika ingin mencari nafkah ke pabrik.

Adapun, Evi dan Winastuti terbantu karena rumah reyotnya dibedah melalui bantuan sosial perusahaan (CSR) dari Semen Indonesia.

Sarki sebagai pengurus masjid merasakan hal sama, karena karena pabrik intens memberikan bantuan pembangunan renovasi tempat ibadah. Berbagai warga lain mengaku terbantu lantaran mereka diberi pelatihan terampilan dan akses modal meningkatkan taraf hidup.

Supervisor program CSR Rembang PT Semen Indonesia Suwoko mengatakan di 2015, pabriknya mengeluarkan dana CSR hingga Rp 13 miliar untuk pembangunan program industri, jasa, perdagangan dan lain-lain. Semua dana telah terserap sebagai untuk membantu pengembangan desa sekitar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com