BANYUWANGI, KOMPAS.com - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menilai wacana kebijakan program kokurikuler, sebelumnya disebutkan full day school, dari Mendikbud Muhadjir Effendy hanya cocok dilakukan di kota. Program itu belum tentu cocok diterapkan di seluruh daerah.
"Kalau di Banyuwangi saya pikir masih belum pas. Kebijakan full day school masih bias kota dan belum tentu cocok diterapkan di daerah yang jauh dari pusat pertumbuhan utama, seperti Banyuwangi," ucap Anas, Rabu (10/8/2016).
Dia berharap, wacana tersebut bisa dikaji ulang dengan memperhatikan keberagaman wilayah, serta karakteristik daerah. Anas mencontohkan, di Banyuwangi masih banyak anak-anak sepulang sekolah yang ikut orangtuanya bekerja di sawah atau di kebun. Ada juga yang ikut orangtuanya membatik di rumah.
"Anak butuh banyak interaksi dengan orang tuanya dan tiap tapi daerah beda caranya. Tidak bisa diseragamkan. Kan tidak semua orangtua ayah dan ibunya bekerja dua-duanya" tuturnya.
Dia juga berharap, perubahan kurikulum juga melibatkan guru karena guru yang mengaplikasikan dalam kegiatan belajar dan mengajar setiap hari.
"Guru juga harus diperhatikan pada setiap perubahan kebijakan kurikulum karena mereka yang langsung berinteraksi dengan siswa," katanya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menggagas sistem full day school untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta. Sistem ini diterapkan agar anak tidak sendiri ketika orangtua mereka masih bekerja.
"Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orangtua mereka masih belum pulang dari kerja," kata Muhadjir di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (7/8/2016).
Belakangan, pro-kontra muncul akibat rencana itu. Seorang orangtua siswa, Deddy Mahyarto Kresnoputro, menggagas sebuah petisi "Tolak Pendidikan "Full Day School" atau Sehari Penuh Sekolah di Indonesia" di www.change.org.