Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Limbah Rancaekek, Aktivis Lingkungan Ingin Mengadu ke Jokowi

Kompas.com - 28/06/2016, 09:48 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com – Para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Melawan Limbah (KML) meminta bertemu Presiden Joko Widodo. Mereka ingin menceritakan duduk persoalan limbah di Rancaekek di Kabupaten Bandung dan Sumedang, Jawa Barat.

Ketua Paguyuban Warga Peduli Lingkungan Adi M Yadi mengatakan, timnya telah berbicara dengan Kepala Staf Kepresidenan dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk menyampaikan keinginan koalisi beraudiensi dengan Jokowi. Ia berharap pertemuan itu bisa segera terwujud.

Ia mengatakan, audiensi ini penting karena ia mendengar kabar bahwa tiga perusahaan yang menjadi lawannya di pengadilan tengah roadshow ke pemerintah pusat agar bisa kembali membuang limbahnya.

"Kami tidak mengharapkan Istana menerima informasi sepihak," kata Adi, Selasa (28/6/2016) di Bandung.

Pada Desember 2015, KML mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung atas keputusan Bupati Sumedang tentang pemberian zin pembuangan limbah cair (IPLC) kepada tiga pabrik tekstil di kawasan Rancaekek.

Dalam proses hukum, KML meluncurkan laporan kerugian ekonomi akibat pembuangan limbah industri di Sungai Cikijing, Rancaekek.

Dalam laporan yang berjudul "Konsekuensi Tersembunyi" tersebut terungkap bahwa total kerugian ekonomi akibat pencemaran di kawasan Rancaekek mencapai Rp 11,4 triliun. Ini merupakan total economic valuation tanpa mengikutsertakan biaya abai baku mutu.

Kerugian ekonomi yang dihitung adalah kerugian masyarakat pada periode 2004-2015 dari multisektor, meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kesehatan, kerugian karena kehilangan jasa air, penurunan kualitas udara, dan kehilangan pendapatan yang mencapai lebih dari Rp 3,3 triliun.

Selain itu, estimasi biaya remediasi 933,8 hektar lahan tercemar mencapai setidaknya lebih dari Rp 8 triliun.

KML dinyatakan menang di PTUN Bandung. Majelis hakim memutuskan bahwa selama proses hukum berlangsung, tiga perusahaan tersebut tidak boleh membuang limbahnya. Kini ketiga perusahaan tengah naik banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.

"LBH belum terima memori bandung mereka," kata Adi.

Olih Solihin (53), salah satu petani di Rancaekek, mengatakan, sejak pabrik besar berdiri di Rancaekek pada 1991, sawahnya kerap gagal panen (puso). Hal itu karena air yang mengaliri sawahnya sudah tidak bersih lagi.

"Saya masih mending, masih bisa menanami sawah saya walau kerap rugi. Tapi lahan yang di sana sama sekali tidak bisa digunakan," kata dia menunjuk pada persawahan yang luas.

Sawah tersebut, kata Olih, menjadi lahan tak berguna. Para pemilik tanah ingin menjualnya, namun siapa yang mau beli tanah yang terkontaminasi limbah.

"Padahal, dulu beras Rancaekek beras terbaik di Bandung. Sekarang hanya tinggal kenangan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com