Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah 10 Tahun, Tanggul Lumpur Lapindo Kian Sepi Wisatawan

Kompas.com - 30/05/2016, 15:30 WIB
Achmad Faizal

Penulis

SIDOARJO, KOMPAS.com - Munif (49) terlihat tergesa-gesa meninggalkan pangkalan ojeknya di atas tanggul Lumpur Panas Sidoarjo di titik 71 Desa Ketapang, Senin (30/5/2016) siang.

Tepat pukul 12.00 WIB, dia harus menjemput anaknya yang bersekolah tidak jauh dari pangkalan ojeknya. Hingga tengah hari tadi, tak ada satupun penumpang yang menghampirinya untuk dihantar berkeliling tanggul lumpur.

"Permisi saya jemput anak saya dulu, kasihan tidak ada yang menjemput," katanya kepada Kompas.com.

Beberapa waktu terakhir, Munif memang lebih aktif mengantar dan menjemput anak keduanya yang duduk di sekolah dasar. Waktu luangnya lebih banyak, menyusul semakin sepinya wisatawan kolam lumpur.

"Tidak terasa sudah 10 tahun, mungkin wisatawan sudah bosan, atau seluruh dunia mungkin sudah pernah ke sini semua," kata mantan warga RT 11 RW II, Desa Siring, Kecamatan Porong ini.

Sejak rumahnya ditenggelamkan lumpur panas 29 Mei 2006 lalu, Munif tidak bisa aktif bekerja sebagai sopir lyn, karena sibuk kesana-kemari mengurus sertifikat tanah dan sawah milik keluarganya.

Belum lagi ajakan sesama korban lumpur untuk berdemo dan menggelar pertemuan di berbagai tempat. Otomatis, bapak dua anak ini keluar dari pekerjaannya.

Munif lalu mencoba peruntungan baru dengan menjadi ojek wisata kolam lumpur. Dia mengantar siapapun yang ingin berkeliling ke kolam lumpur pakai motornya dengan tarif Rp 30.000 sekali putar.

"Harganya dari dulu sampai sekarang tetap 30.000, biarpun bensin naik atau turun," jelasnya.

Tiga sampai empat tahun pasca-munculnya lumpur, dia mengaku masih merasakan hasil ojek wisata karena banyaknya warga yang penasaran ingin melihat tanggul lumpur. Saat itu, dalam sehari, ia bisa mendapatkan Rp 400.000.

Memasuki tahun ke-10, pengunjung semakin sepi. Dia dan sesama rekan ojek wisata hanya duduk-duduk di pangkalan, tanpa ada order dari penumpang.

"Lama-lama juga bosan, tapi mau kerja apa lagi, sawah sudah tidak punya," terang Munif. Munif mengaku satu dari puluhan berkas korban lumpur Lapindo yang belum bisa diproses. Dia beralasan, ada hal yang tidak disepakati antara dirinya dengan pihak Lapindo dan pihak notaris yang ditunjuk Lapindo.

"Sudah ya mas, saya mau jemput anak saya dulu, kasihan kalau sampai menunggu," kata Munif menutup pembicaraan.

Dia pun bergegas menghidupkan mesin motornya, lalu turun dari tanggul lumpur ke Jalan Raya Porong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com