Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Depan Mendagri, Pria Ini Beberkan Dugaan Suap Tes Masuk IPDN

Kompas.com - 13/04/2016, 13:44 WIB
Reni Susanti

Penulis

SUMEDANG, KOMPAS.com — Rantona, mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, membagikan kisahnya tentang perekrutan mahasiswa Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) di depan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Rantona mengatakan, perekrutan yang diikutinya tidak baik karena sarat dengan penyuapan.

"Dua kali saya daftar IPDN dari provinsi saya," ujar Rantona dalam Kuliah Umum Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad di Jatinangor, Sumedang, Rabu (13/4/2016).

Dari dua kali pendaftaran tersebut, panitia menyatakan sesuatu yang membuatnya tertegun.

"Kalau lulus, saya harus membayar sekian (Rp 150 juta). Karena orangtua saya susah, serta demi bangsa dan negara, saya mengalah dan menolak permintaan tersebut," ungkapnya.

Mahasiswa asal Aceh ini pun gagal masuk IPDN.

Menurut dia, kisah serupa tidak hanya terjadi pada dirinya. Saat masuk ke Unpad, ia bertemu dengan teman dari provinsi lain yang memiliki kisah serupa. Sang teman juga dimintai dana beragam untuk bisa masuk IPDN. Jumlahnya bisa mencapai Rp 200 juta.

Rantona mempertanyakan proses rekrutmen yang sarat KKN tersebut. Ia sepakat dengan sikap Ahok yang menganggap IPDN tidak penting.

"Di Indonesia banyak lulusan ilmu pemerintahan yang lain. Apakah IPDN bisa lebih menyejahterakan dibanding yang lain?" tuturnya.

Menanggapi pertanyaan, Tjahjo mengaku, rekrutmen IPDN memang mengerikan, sarat KKN dan pungutan. Karena itu, mulai 2015, seluruh perekrutan dilaksanakan secara online, tidak ada tatap muka.

"Tidak ada jatah-jatahan, tetapi harus lulus tes, dan pendaftaran dilakukan online," imbuhnya.

Perekrutan tahun 2015-2016 sudah dilakukan secara online. Tjahjo akan melihat hasilnya. Hal ini menjadi perhatian karena lulusan IPDN akan lulus dengan golongan IIIA, dan biasanya menjadi camat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com