Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daging Harimau Sumatera Dibagi-bagi untuk Makanan Warga Sekampung

Kompas.com - 10/03/2016, 05:45 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut menerima informasi ada masyarakat di satu daerah yang menjadikan daging harimau sebagai santapan.

Informasi tersebut diterima BKSDA pada Rabu (9/3/2016). Temuan itu berdasarkan sejumlah bukti yang diterima BKSDA, antara lain selembar kecil kulit harimau di dalam plastik bening berisi air, selembar kertas berbercak darah berisi nama-nama warga, dan empat foto bangkai si raja hutan yang dikerumuni masyarakat.

Binatang belang itu mati setelah masuk jerat babi yang dipasang masyarakat Desa Silantom Tonga, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada Senin (7/3/2016) lalu.

Informasi dari BBKSDA Sumut, pada Senin sekitar pukul 09.01 WIB, pihaknya menerima informasi ada harimau Sumatera dalam keadaan hidup terjerat di ladang warga Desa Silantom Tonga.

Pihak Resor Cagar Alam Dolok Saut langsung menuju lokasi dan tiba pukul 14.15 WIB. Sampai di lokasi, harimau sudah mati dan berada di halaman rumah seorang warga.

Ketika petugas meminta bangkai harimau tersebut untuk dibawa ke kantor BBKSDA Sumut di Medan, warga desa melarangnya. Mereka beralasan daging harimau itu mau dibagi-bagikan kepada masyarakat. 

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III, Octo Manik, mengatakan, pihaknya bersama kapolsek Pangaribuan dan Babinsa sudah pernah menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa harimau adalah satwa yang dilindungi.

"Kita sudah tawarkan ternak kepada masyarakat, pengganti harimau supaya jangan dipotong. Tetapi masyarakat tetap bersikeras mau memotongnya," kata Octo.

Akhirnya, daging harimau tersebut dipotong dan dibagi-bagikan kepada warga yang hadir. Octo kemudian meminta kepala desa membuat daftar nama warga yang menerima dan mengambil dua bagian kulit harimau untuk dijadikan barang bukti. 

"Masyarakat itu bilang, sudah jadi tradisi kalau dapat tangkapan dibagi-bagikan kepada warga desa. Menurut saya, kalau tradisi, maka sejak kapan ada praktik itu," ucap Octo.

Kepala Seksi Perlindungan Pengawetan dan Perpetaan BBKSDA Sumut, Joko Iswanto mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan kejadian tersebut. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Polda Sumut untuk proses hukumnya.

"Mulai dari pemeriksaan saksi dulu, kalau seluruh warga desa yang menerima daging itu, ya kita panggil semua. Kalau hanya para tokohnya saja, tetap kita lakukan. Artinya, kasus ini tidak berhenti," kata Joko.

Dia menambahkan, saat ini BKSDA menyimpan barang bukti berupa dua lembar kulit harimau potongan kecil dan bagian telinga yang diawetkan. Barang bukti itu nantinya akan digunakan untuk untuk proses persidangan.

Berdasarkan keterangan dari dokter hewan, diperkirakan harimau tersebut berusia lima sampai enam tahun dan berusia produktif.

"Harimau usia lima sampai tujuh tahun merupakan fase mencari wilayah atau teritorinya. Sehingga bisa saja dia masuk ke lahan atau perkampungan masyarakat. Selama ini kita tidak pernah mendengar ada konflik antara satwa harimau dengan manusia di daerah itu," pungkas Joko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com