"Rencananya, kami menikah 30 Desember. Pembinaannya tanggal 28, tetapi keburu ada masalah. Akhirnya pernikahan saya batal," katanya dalam silaturahim antara warga eks anggota Gafatar dan pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Kementerian Agama di Singkawang Utara, Selasa (19/1/2016).
Pria yang tinggal di Sakok, Singkawang Selatan, ini mengaku khawatir. Pasalnya jika pernikahan dilanjutkan, dirinya akan dikaitkan dengan organisasi kemasyarakatan itu. Padahal, sebenarnya, Usman tak tahu-menahu persoalan Gafatar.
Usman menuturkan, dia sudah merencanakan sebuah acara sederhana untuk pernikahannya. Keluarganya di Sumatera juga sudah diberi tahu mengenai rencana itu.
"Tetangga sudah diundang. Mau buat acara kecil-kecilan. Nikahnya rencana di KUA," ujarnya.
Namun, rencana itu buyar. Meski batal, pria yang sehari-hari bekerja di tempat cuci motor ini masih menaruh harapan untuk tetap melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.
Dengan tersipu, Usman mengakui, dirinya hingga saat ini masih mencintai R.
"Kalau memang tak ada masalah, sebenarnya pengin tetap lanjut," katanya.
Eks anggota Gafatar, Wildan, membenarkan hal tersebut. Anak dan juga keluarganya sempat terpukul dengan batalnya pernikahan itu.
"Sedih sudah pasti. Kecewa ya kecewa. Cuma itu, kita kembalikan ke yang bersangkutan. Kalau memang mau lanjut, ayo. Itu tergantung anak saya dan dia," kata pria asal Bandung ini.
Wildan mengaku tertarik bergabung dengan Gafatar karena organisasi tersebut bergerak pada kegiatan-kegiatan sosial. Namun, setelah persoalan muncul di kemudian hari, dirinya merasa tertipu.
"Seperti Pak Bibit (eks pimpinan KPK), saya juga merasa tertipu. Niat awal bergabungkan karena memang organisasi sosial," katanya.