Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemarau, Umbi Beracun Pun Dicari

Kompas.com - 02/08/2015, 21:13 WIB
Kontributor Polewali, Junaedi

Penulis

PINRANG, KOMPAS.com - Kemarau panjang yang melanda sebagian wilayah di Indonesia disikapi dengan berbagai cara oleh warga. Di desa Pangaparang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, langkanya bahan makanan di musim kemarau disiasati dengan bahan pangan lain, walau perlu pengolahan khusus karena mengandung racun.

Sejak tiga bulan terakhir warga Pinrang berburu sikapa sejenis umbi-umbian yang tumbuh liar di hutan. Umbi yang di Jawa dikenal sebagai gadung ini diolah warga menjadi berbagai jenis makanan. 

Pencarian sikapa biasanya dilakukan berkelompok. Berbekal karung plastik, ember, baskom, parang dan linggis, warga menyisir hutan mencari umbi itu. Meski tanaman ini mengandung zat racun yang bisa mebuat warga jadi mual-mual dan pusing, namun bila diolah secara benar racun itu bisa dihilangkan.

Di wilayah Pinrang, sikapa diolah dengan cara dikupas dan seluruh kulitnya dibuang kemudian dicuci bersih. Lalu umbi yang berukuran sebesar kepalan tangan hinga sebesar buah kelapa ini dipotong-potong tipis dan dijemur selama dua hari hingga kering. Selanjutnya potongan-potongan sikapa ini difermentasi di dalam tanah menggunakan wadah yang dibungkus plastik. Proses ini penting agar racun dalam sikapa terbuang. Tahap selanjutnya adalah mencuci bersih dengan air yang mengalir.

Berikutnya, potongan sikapa dijemur kembali hingga kering sebelum ditumbuk halus seperti tepung. Sikapa yang telah berbentuk tepung inilah yang diolah menjadi makanan.

Muliati, salah satu warga Desa Pangaparang mengatakan bahwa warga sudah terbiasa mengkonsumsi sikapa di musim kemarau. Bahkan warga sudah bisa menyantap sikapa untuk sarapan. 

“Bagi warga, kemarau panjang bukan masalah, karena di tengah hutan tumbuh subur makanan yang bisa diambil secara gratis. Cukup menggali lubang, kami bisa mendapat satu karung sikapa,” tutur Mulaiti, Minggu (2/8/2015). 

Mengenai racunnya, Amiruddin, warga Desa Pangaparang lainnya mengatakan bahwa sejauh ini tidak pernah ada keluhan keracunan pada warga karena umbi itu sudah diolah dengan benar.

“Warga tidak khawatir stok pangan mereka kurang di musim kemarau seperti saat ini. Sebab selain beras, warga juga bisa makan sikapa," tutur Amiruddin yang mengaku lebih memilih mengkonsumsi sikapa pada pagi hari ketimbang nasi beras. Menurut Amiruddin sikapa yang dicampur dengan parutan kelapa dan garam atau gula aren itu tidak kalah nikmat dibanding nasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com