Kepada Kompas.com, lelaki asal Lamtamot, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, ini mengaku profesinya itu sudah ia geluti selama puluhan tahun. Keahliannya yang lahir secara otodidak itu ia asah dengan menerima pesanan sampan milik para nelayan di pesisir Aceh.
Tak hanya di kabupatennya saja, Sabri juga tak menolak untuk bergegas datang bagi pemesan luar kabupaten asal upah diterima sesuai. ”Dalam satu bulan biasa saya menerima satu hingga tiga pesanan sampan,” sebutnya.
Pesanan itu pun mampu ia selesaikan dalam tempo 15 hari untuk satu buah sampan. Namun waktu dapat lebih singkat jika pesanan dua atau tiga yang datang. ”Supaya pemesan tidak kecewa jadi saya kerja keras biar bisa menyiapkan semua pesanan tanpa menolak,” tambah Sabri.
Diakuinya, upah menyelesaikan satu sampan yakni Rp 2,5 juta. Ia menggunakan bahan kayu miku sebanyak tiga potong. Sedangkan kayu lain jarang ia gunakan karena sulit dibentuk.
Sambil terus memahat ujung sampan, Sabri menyebutkan pesanan tidak pernah sepi asalkan pembuat sampan sepertinya mau datang ke lokasi atau kediaman pemesan. ”Karena jika kita buat khusus bukan di rumah pemesan, biaya pengirimannya akan lebih mahal. Jadi lebih baik pembuat yang datang selama lebih kurang dua minggu menyelesaikannya,” tandas Sabri.