Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejari TTU Pakai Teori "Obat Nyamuk" Usut Kasus Korupsi

Kompas.com - 19/05/2014, 22:54 WIB
Kontributor Timor Barat, Sigiranus Marutho Bere

Penulis


KEFAMENANU, KOMPAS.com — Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kefamenanu Dedie Tri Haryadi mengaku, dalam memberantas korupsi di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, pihaknya menggunakan teori obat nyamuk.

Hal itu disampaikan Dedie ketika menerima puluhan warga TTU yang tergabung dalam Forum Peduli Penderitaan Rakyat (Forpperat) di kantor Kejaksaan Negeri Kefamenanu, Senin (19/5/2014). Menurut Dedie, pihaknya selama ini gencar menangani kasus korupsi di TTU dengan sejumlah cara meskipun dengan segala keterbatasan, terutama jumlah tenaga jaksa.

"Untuk penyidikan setiap masalah yang ada, kita menggunakan teori obat nyamuk di mana kita keliling dulu dan tepat pada satu sasaran siapa intelektualnya itu yang nanti kita arahkan. Jadi tidak semudah membalikkan telapak tangan," katanya.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, kedatangan aktivis Forpperat dengan ketuanya, Marselinus Sufa, bertujuan mempertanyakan sejumlah kasus korupsi yang sedang ditangani Kejaksaan Kefamenanu.

"Sudah ada banyak pengalaman yang terjadi di sini karena banyak persoalan yang hanya sebatas melaporkan dan ditangani sebentar saja kemudian hilang begitu saja. Kami masyarakat biasa ini tidak mau ditipu berulang-ulang. Kami pun mendukung pihak kejaksaan secara moral supaya kasus korupsi yang ada bisa diselesaikan secepatnya, dan kami memberikan kepercayaan sepenuhnya ke Pak Kajari," kata Marselinus.

Menanggapi hal itu, Kajari Dedie mengatakan, pihaknya selama ini serius mengungkap sejumlah kasus besar yang selama ini ditinggalkan oleh pejabat kejaksaan terdahulu. Hal itu dibuktikan dengan telah ditahannya Ketua DPRD TTU, sejumlah kepala dinas, dan pejabat lainnya di rumah tahanan negara.

"Kami tidak mau menzalimi, karena kami tidak ingin ada unsur sakit hati dan tidak juga ada unsur lain yang mendorong kami untuk lakukan perkara ini. Jadi ini semua kami lakukan berdasarkan hukum, jujur dan adil, jadi tidak sama sekali ada kesan sponsor dari pihak lain untuk mendorong kami bekerja," tandas Dedie.

"Perlu diketahui selain DAK, kami juga dibebani dengan pekerjaan (kasus) MBR. Jadi kami di sini bukan robot, kami juga punya keluarga, jadi tidak setiap hari kami di kantor sini," lanjut Dedie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com