Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mohan, Bocah yang Selamat dari Leukemia...

Kompas.com - 12/02/2014, 09:43 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com — Muhammad Maulana Hazrat Mohani (11) terlihat bermain bersama kawannya di depan kelas saat istirahat sekolah.

Secara fisik tidak ada yang berbeda dari siswa yang duduk di kelas 4 Sd Al-Khairiyah Banyuwangi tersebut. Padahal, Mohan —begitu ia dipanggil—, divonis terkena kanker Leukemia sejak 2006 lalu.

"Tapi Mohan sudah sembuh. Kalau ditanya obatnya apa, Mohan jawab obatnya itu ibu," cetus bocah laki-laki yang bertubuh tambun tersebut.

Kepada Kompas.com, Rabu (12/02/2013), Mohan bercerita, ia setiap hari bersekolah dan beraktivitas seperti teman-temannya.

"Cuma sama ibu enggak boleh jajan sembarangan. Biasanya sama ibu dikirim makan siang ke sekolah. Mohan juga enggak ikut pelajaran olahraga. Ibu bilang Mohan harus jaga kesehatan dan enggak boleh capek soalnya nanti sakit lagi," katanya sambil menikmati pangsit yang dibawakan ibunya.

Ismurini, guru kelas Mohan, mengaku tidak membedakan Mohan dengan teman sekelasnya. Ia tetap mengikuti kegiatan belajar dan mengajar seperti layaknya murid lain.

"Tapi memang tidak bisa dipaksakan. Seperti pelajaran olahraga yang mengeluarkan energi yang berlebihan memang tidak dianjurkan, karena kan sering konsultasi sama orangtuanya. Tapi dia gampang lupa sama pelajaran. Mungkin memang ada pengaruh dari penyakit yang dideritanya," katanya.

Kepada teman sekelasnya, Ismurini juga menjelaskan tentang kondisi kesehatan Mohan. "Harapannya agar teman-teman mengerti dan ikut berempati. Tapi untuk kegiatan lainnya semua sama dengan yang lainnya," kata dia.

Sementara itu, Nurul Qomariah (35), ibu kandung Mohan, bercerita penyakit anaknya diketahui tahun 2006 saat Mohan berusia 4 tahun. Awalnya suhu tubuh Mohan naik turun, dan beberapa dokter mengatakan jika anaknya menderita penyakit tifus.

"Tapi saya tidak begitu saja percaya sampai ada satu dokter anak yang mengatakan jika Mohan suspect Leukemia. Saat itu rasanya dunia hancur. Saya orang awam yang enggak paham apa-apa. Saya hanya berpikir jika Mohan akan mati dan saya harus berbuat sesuatu agar anak saya sehat," jelasnya.

Juni 2006, Mohan dibawa ke salah satu rumah sakit di Surabaya dan mendapatkan perawatan intensif. "Selama seminggu menginap di rumah salah satu perawat rumah sakit, karena harus wira-wiri Surabaya-Banyuwangi. Hingga akhirnya selama 4 bulan Mohan harus menginap di rumah sakit di wilayah Surabaya. Untuk biaya saya sudah tidak terhitung lagi berapa. Yang saya ingat sekitar Rp 60 jutaan, tapi itu belum yang lain-lain, karena semuanya saya biayai sendiri," kata dia.

"Saya ibu rumah tangga, suami saya juga wiraswasta dan dia juga enggak kerja karena gantian jaga Mohan di rumah sakit selama empat bulan. Selain bantuan dari keluarga dan tetangga, ada beberapa barang yang dijual," kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Nurul bercerita, dia sempat mengalami masa sulit terutama masalah keuangan. "Saya sudah putus asa. Uang sudah habis dan Mohan harus kemoterapi. Saat itu yang membuat saya terharu adalah beberapa dokter, perawat, serta beberapa keluarga pasien urunan agar Mohan bisa segera kemo," tuturnya.

Selama 4 bulan, Nurul harus terus menjaga kondisi anaknya agar tetap stabil dan tidak stres saat dikemotrapi. "Salah satu caranya ya menuruti kemauan anak seperti membeli mainan yang banyak dijual di sekitar rumah sakit. Saya sering juga diutangi pedagang kalau pas enggak megang uang," ungkapnya.

"Saya enggak masalah, karena pernah anak saya drop hingga panasnya tinggi, HB nya juga turun sampai ia harus disinar. Dan itu saat yang menakutkan buat saya. Total hampir 3 tahun ia menjalani kemoterapi sampai tahun 2009, serta perawatan jalan sampai tahun 2012 lalu. Alhamdulilah sekarang sudah sehat," paparnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com