Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Masa Depan Yogya sebagai Kota Toleransi?

Kompas.com - 30/01/2014, 19:39 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis


YOGYAKARTA, KOMPAS.com
 — Maraknya aksi kekerasan yang terjadi di Yogyakarta akhir-akhir ini menjadi tantangan serius bagi semua elemen. Demi mempertahankan dan menegaskan kembali semangat Yogyakarta sebagai "The City of Tolerance", hari ini Kamis (30/1/2014), Jaringan Gusdurian, Aour Indonesia, dan Komunitas Makaryo menggelar acara bincang senja bertajuk "Masa Depan Keberagaman Yogyakarta".

Hadir sebagai pembicara antara lain Subkhi Ridho (JIMM), Elga Sarapung (interfidei), Hairus Salim (LKIS), Pendeta Indrianto (Pirukun). "Forum ini merupakan ruang bersama untuk membincangkan masa depan keberagaman Yogyakarta," jelas Hersumpana, koordinator Acara Bincang Senja, Kamis (30/1/2014).

Berturut-turut sejak awal tahun 2013 lalu, berbagai intoleransi oleh kelompok ormas tertentu terjadi di Yogyakarta. Terakhir, terjadi aksi vandalisme di makam Gusti Purbo di Jalan Kusumanegara. Peristiwa tersebut menjadi ancaman baru terhadap nilai-nilai tradisi dan kebudayaan masyarakat Yogyakarta. Sebab keberadaan makam Gusti Purbo merupakan simbol warisan tradisi yang terus dihidupkan oleh masyarakat Yogyakarta.

Rentetan aksi kekerasan dan tindakan intoleransi yang terjadi di Yogyakarta menjadi tantangan serius bagi semua elemen. Terlebih Yogya menjadi kota yang berlabel "The City of Tolerance" (Kota Toleransi).

"Ini merupakan bentuk respons keprihatinan terhadap aksi-aksi intoleransi yang terjadi. Butuh adanya penegasan kembali, dan membangkitkan lagi semangat Yogyakarta sebagai 'The City of Tolerance'," jelasnya.

Ia mengungkapkan, acara bincang senja menjadi sebuah media konsolidasi jaringan masyarakat sipil dalam mewujudkan perdamaian dan toleransi di Yogyakarta; mengelola perbedaan secara arif dalam semangat dialog dan kebersamaan sebagai anak bangsa; menghormati, menghargai, dan sekaligus menegaskan tentang prinsip-prinsip sosial dan kultural sebagai pengikat kebersamaan.

Menurutnya, aksi intoleransi menjadi isu krusial tidak hanya di Yogyakarta, tetapi juga di tingkat nasional sebab, dari hari ke hari, peristiwa intoleransi yang terjadi di Nusantara semakin meningkat. Salah satu contohnya yakni intoleransi terhadap kelompok Ahmadiyah, serta aksi penyegelan dan penutupan gereja Yasmin di Bogor dan Philadelpia di Bekasi.

Jaringan Masyarakat Sipil Yogyakarta melalui forum ini mengajak masyarakat untuk menolak penggunaan kekerasan atas nama apa pun, mendorong semua pihak untuk menggunakan cara-cara damai dalam menyelesaikan perbedaan dengan mengedepankan dialog, dan membangun strategi kebudayaan dan mekanisme konkrit untuk mencegah praktik kekerasan dan intoleransi.

Selain itu, pihak berwajib perlu melakukan tindakan tegas terhadap berbagai aksi kekerasan atas nama apa pun yang mengancam kebhinekaan Indonesia. "Semua elemen masyarakat perlu membangun interaksi sosial antar-kelompok yang berbeda. Membuat kesepahaman dan strategi budaya yang disepakati bersama sebagai kerangka acuan nilai dalam mengelola perbedaan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com