Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Muharam, "Hari Belanja" di Nunukan

Kompas.com - 15/11/2013, 08:15 WIB
Kontributor Nunukan, Sukoco

Penulis

NUNUKAN, KOMPAS.com — Hari menjelang sore ketika Suharti mengunjungi Jalan Tanjung, Nunukan, Kalimantan Utara, untuk membeli peralatan dapur. Dia ingin membeli gayung, sendok nasi, bakul, dan rerupa barang peralatan dapur. Ada yang istimewa?

"Tiap tahun memang sudah tradisi membeli peralatan dapur. Saya nggak tahu pasti, kata orangtua kalau membeli (peralatan dapur pada) 10 Muharam (akan) awet. Ngikut aja," ujar Suhartini, yang kesehariannya bekerja di salah satu instansi pemerintahan setempat, Kamis (14/11/2013).

Sore itu, bersama Suhartini, lapak-lapak penjual peralatan dapur memang terlihat masih disesaki pembeli. Padahal, pembeli pun sudah berjejalan sejak pagi. Sepanjang Kamis, para pedagang peralatan pecah belah dan alat dapur membuka "pasar dadakan", bahkan menutup separuh bahu jalan dengan tenda dagangan mereka.

"Nggak kehitung (keluar uangnya). Tapi, memang tiap tahun begini, membeli gayung, ember, sendok nasi, garpu, gantungan baju, banyak Mas. Ini masih mau milih rak piring. Mungkin Rp 300.000 habis ini," aku Mariana, warga Sungai Bolong, yang tampak kerepotan membawa belanjaan. Selain peralatan dapur dan rumah tangga, baju adalah dagangan lain yang sama larisnya hari itu.

Sementara itu, para pedagang yang sudah hafal kebiasaan masyarakat Nunukan pun sudah bersiap jauh-jauh hari. "Sudah sebulan lalu kami datangkan barang dari Sulawesi dan Surabaya," kata Sukardi, pedagang barang pecah belah yang sudah 10 tahun memiliki toko di Jalan Tanjung.

Menurut Sukardi, barang-barang seperti ember, gayung, dan baskom, disiapkannya masing-masing sebanyak 10 lusin. "Itu barang paling laku," kata dia.

Alasan masyarakat Nunukan menjadikan 10 Muharam dalam penanggalan Hijriah sebagai "hari belanja peralatan dapur" tidak diketahui pasti oleh Sukardi. "Tradisi di sini. Biarpun belum butuh gayung atau ember, tapi karena ramai orang beli, masyarakat ngikut beli," ujar dia.

Namun, Sukardi menduga tradisi itu terkait dengan Muharam yang merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah. Tahun baru. "Untuk menyambut tahun baru lah istilahnya," ujar dia menduga-duga.

Apa pun cerita di balik kebiasaan ini, Sukardi tak menampik bila keuntungannya dari penjualan sehari itu melonjak berkali lipat dibandingkan hari lainnya. "Ramainya bisa lima kali hari biasa. Kalau dari sisi keuntungan, bisa Rp 150 juta kami dapat itu sehari," kata Sukardi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com