Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes Keperawanan Berdampak Buruk pada Siswa

Kompas.com - 20/08/2013, 16:05 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis


MALANG, KOMPAS.com - Ketua Komisi D DPRD Kota Malang, Fransiska Rahayu Budiwiarti, yang membidangi pendidikan, menolak tegas adanya tes keperawanan bagi calon siswa SMA, seperti yang akan diterapkan Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan.

"Niat dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Prabumulih itu baik, tapi tidak akan bisa dilaksanakan dengan baik karena akan berdampak negatif pada calon siswa. Jika diketahui tak perawan, apa tak bisa sekolah?" kata Fransisca kepada Kompas.com, di Malang, Jawa Timur, Selasa (20/8/2013).

Menurut Fransisca, tes itu tidak rasional, terutama pada siswi yang memiliki hobi olahraga yang berpotensi merobek selaput dara. "Untuk (pelajar) olahragawati, apa juga tak bisa sekolah jika tak lagi perawan? Melihat kendala itu, jelas tak bisa diterapkan rencana kebijakan itu," katanya.

Menurutnya, tidak ada lembaga atau orang yang bisa menentukan seseorang itu perawan atau tidak. "Yang utama untuk antisipasi maraknya seks bebas dan sejenisnya adalah meningkatkan pendidikan moral pada siswi. Baik di sekolah, di rumah dan lingkungannya. Peran guru dan orangtua serta para ulama sangat penting," katanya.

"Menurut saya usulan rencana itu mubazir. Antisipasi kegadisan tidak hanya seperti itu. Keagamaan harus dipertegas di lingkungan sekolah yang ada di bawah Diknas," katanya.

Tidak adil juga tambahnya, jika karena tidak perawan, tidak diterima di suatu sekolah. "Semua anak bangsa berhak untuk mendapatkan pendidikan," katanya.

Sementara itu menurut Sri Untari, anggota Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Malang mengatakan, bahwa pihaknya sangat tidak setuju karena pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara yg usianya anatara 7 tahun hingga 18 tahun.

"Jika tes keperawanan menghalangi hak dasar warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagai amanat dari pembukaan UUD 45 dan pasal 2, yang menyangkut itu, maka wacana itu harus dikaji kembali," tegasnya.

Selain menyalahi amanat konstitusi, tegas Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Malang itu, tes keperawanan juga akan melanggar HAM. "Selain itu juga menghambat perjalanan MDGs 2015," kata Untari.

Namun, tambah Untari, sesungguhnya usia anak SMA itu, seharusnya masih perawan. Karena belum usia yang diperbolehkan untuk nikah sesuai dengan UU Pernikahan, syarat-syarat untuk nikah minimal usia 17 tahun.

"Seandainya pendidikan tentang akhlak dan keimanan serta arus keterbukaan akses internet untuk situs-situs porno bisa diblok. Maka akan mengurangi kehausan anak usia sekolah untuk berkeinginan melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh agama dan sosial," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com