Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Pilkada NTT dan Anomali Kemiskinan

Kompas.com - 15/05/2024, 11:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUA bulan terakhir, di berbagai headline media lokal Nusa Tenggara Timur, berseliweran berita bongkar pasang paket calon kepala daerah. Mulai dari calon gubernur hingga calon wali kota/bupati.

Seremoni pendaftaran ke partai politik tak kalah semaraknya. Peristiwa sama yang bisa kita tengok ke momen-momen Pilkada sebelumnya.

Ada soal yang luput dari euphoria politik tersebut, di mana terjadi disparitas antara tingginya antusiasme politik dan ekonomi NTT yang cenderung lesu. Politik, ekonomi, dan pembangunan di NTT seakan saling menegasi.

Meskipun idealnya, politik adalah akselerator pembangunan. Karena kebijakan pembangunan selalu ada dalam trajektori politik.

Alhasil, di balik membuncahnya semangat Pilkada serentak 2024, kinerja ekonomi NTT melambat 3,61 persen (year on year/yoy) dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,11 persen (yoy) pada Triwulan 1-2024. Ini adalah soal yang perlu direnungkan dalam momentum politik daerah saat ini.

Dalam konteks ekonomi NTT, jika kita lihat secara quarter to quarter (q to q), pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 6,64 persen (q to q).

Data ini menggambarkan terjadi pertumbuhan ekonomi negatif dari kuartal IV-2023 ke kuartal 1-2024.

Inilah gambaran kondisi ekonomi aktual NTT. Bahkan di kawasan Nusa Tenggara dan Bali, kontribusi pertumbuhan ekonomi terhadap nasional paling rendah 0,80 persen (yoy) atau lebih rendah dari Bali dan NTB sebesar 2,78 persen (yoy) dan 1,49 (yoy).

Kondisi ini menggambarkan rapuhnya struktur ekonomi NTT dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dan faktor ekologis El nino.

Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja ekonomi NTT yang lebih ditopang oleh konsumsi Rumah Tangga dengan share terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 68,13 persen dengan pertumbuhan di Triwulan 1-2024 sebesar 3,90 persen (yoy).

Sementara kontribusi konsumsi pemerintah terhadap PDRB NTT adalah 41,53 persen dengan pertumbuhan 18,82 persen (yoy).

Problemnya adalah, pertumbuhan konsumsi pemerintah NTT yang tinggi (18,82 persen) tak mampu mengakselerasi investasi. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 1,20 persen (yoy).

Setali tiga uang dengan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 0,47 persen (yoy).

Hal ini mengindikasikan pertumbuhan konsumsi pemerintah yang tinggi tersebut didominasi pengeluaran untuk birokrasi ketimbang belanja modal yang berdampak pada sektor riil.

Dari postur APBD NTT tahun 2024, terlihat bahwa porsi belanja modal sangat kecil, yakni hanya 10 persen (Rp 513 miliar) dari total belanja APBD NTT 2024 sebesar Rp 5.170 triliun.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com