NUNUKAN, KOMPAS.com – SMP Budi Luhur di SP 5 Sebakis, Nunukan, Kalimantan Utara, menjadi sekolah bagi kebanyakan anak-anak transmigran.
Di bangunan sekolah yang berdiri di atas tanah tandus berpasir di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit ini, anak-anak transmigran biasa berkumpul dan sama sama belajar.
Kepenatan anak-anak buruh sawit yang kerap ikut membantu orang tuanya bekerja serabutan, seakan hilang saat mereka berkumpul dan bermain bersama.
Mereka bisa tertawa lepas, saling bercerita tentang keseharian, pengalaman lucu, atau saling bertukar pikiran membahas tugas sekolah.
"Sekolah SMP Budi Luhur berdiri 2013, dengan kondisi yang seadanya. Kita menumpang di gedung pemerintah daerah yang kondisinya cukup mengkhawatirkan. Papan jebol dan tiang penyangga rumah panggung sudah lapuk," ujar Kepala Sekolah SMP Budi Luhur, Sugeng, Sabtu (3/2/2023).
Baca juga: Kejari Sidik Dugaan Korupsi Dana Covid-19 di RSUD Nunukan, Kerugian Capai Rp 3 Miliar
Sugeng yang merupakan transmigran asal Pulau Jawa ini mengaku prihatin karena anak-anak transmigran tidak diberi fasilitas sekolah, pada saat itu.
Keberadaan sekolah yang jauh dari pemukiman mereka, mengharuskan anak-anak menempuh jalanan dengan risiko tak ringan, karena harus melintasi tengah-tengah perkebunan sawit di pagi buta.
Selain berpotensi bahaya karena banyak ular berbisa, jalanan yang ditempuh juga tidak mudah, terutama ketika hujan mengguyur.
Jalanan menjadi becek mirip genangan dan sulit dilalui, bahkan oleh pejalan kaki sekalipun.
"Akhirnya saya membuka sekolah filial SMP Budi Luhur. Saya berjuang bersama beberapa guru demi pendidikan anak-anak transmigran. Minimal mereka memperoleh hak pendidikan dululah sebagai warga negara," kata Sugeng.
Baca juga: Resign PNS dan Tinggalkan Jabatan Wakil Kepala Sekolah, Bagus Mantapkan Jadi Caleg
Di awal sekolah, para pelajar menempati gedung Pemkab Nunukan yang kondisinya memang tidak lagi kokoh.
Papan papan sekolah dan plafon, banyak yang sudah jebol karena lama tidak difungsikan.
"Semua aset pemerintah berada di lahan milik Kementrian Transmigrasi. Asal ada tempat untuk belajar saja. Karena mau belajar di mana di tengah lahan tandus yang cuacanya panas begini," kata Sugeng lagi.
Sekitar 6 tahun, aktivitas belajar mengajar SMP Filial Budi Luhur berjalan, kontruksi bangunan tak lagi mampu bertahan.
Baca juga: Puluhan Siswa SD di Purbalingga Keracunan Usai Jajan Bola Susu di Kantin Sekolah
Gedung sekolah yang merupakan bangunan panggung itu pun dibongkar karena membahayakan keselamatan para pelajar.