PURWOREJO, KOMPAS.com - Tersembunyi di bawah langit biru yang hangat di Purworejo, Desa Krandegan, Kecamatan Bayan, menunjukkan perubahan yang berarti. Ladang-ladang petani tidak kenal musim kemarau dan menjadi pusat pertanian sepanjang tahun.
Awalnya, pada 2013, para petani memulai upaya mengairi sawah menggunakan pompa air dari sumur bor. Hal ini dilakukan saat musim kemarau tiba.
Sawah di Desa Krandegan luasnya sekitar 70 hektar yang keseluruhanya merupakan sawah tadah hujan. Ide menyedot air dari sumur bor ini diinisiasi oleh masyarakat dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah desa.
"Saat musim kemarau untuk mendapatkan air itu harus memompa dari dalam tanah. Jadi mereka harus bikin sumur bor, harus beli pompanya, harus beli BBMnya, itu kan jadi menimbulkan biaya cukup tinggi," ungkap Kepala Desa Kradegan Dwinanto saat ditemui di lokasi persawahan warga pada Minggu (31/12/2023).
Baca juga: Ramai soal Kinerja Panel Surya Disebut Tingkatkan Pemanasan Global, Ini Kata Ahli
Dengan biaya operasional yang mahal, kehadiran sumur bor menjadi persoalan tersendiri bagi para petani. Untuk itu, sejak 2013, Dwinanto mulai menginisiasi masuknya CSR dari pihak swasta untuk membantu operasional para petani.
"Kita juga mengantisipasi penurunan tanah akibat penggunaan air tanah yang berlebih dengan mengalihkan penyedotan air dari sumur bor ke Sungai Dulang," kata Dwinanto.
Baca juga: KPU Purworejo Buka Lowongan 20.965 Petugas KPPS, Simak Jadwal dan Syaratnya
Dwinanto megatakan, sampai hari ini dana desa belum boleh digunakan untuk membeli BBM guna pengairan atau irigasi sawah. Jadi desa hanya membeli pompanya, membangun irigasi, namun tidak bisa membeli BBM dengan dana desa.
"Akhirnya kita bisa membeli pompa air. Namun, untuk operasional, dari CSR maupun donatur, tapi itu juga tidak mencukupi, hanya tercover sebagian saja," katanya.
Setelah 9 tahun berjalan, Dwinanto mulai berpikir dan mencoba membuat terobosan baru yaitu dengan membuat sistem irigasi berbasis tenaga surya yang gratis.