MALINAU, KOMPAS.com – Wawan Priantoro, guru sejarah di SMAN 12 Long Sule, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, menerima penghargaan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI sebagai guru dedikatif tingkat SMA di peringatan Hari Guru ke-78.
Bertugas di wilayah khusus dengan kondisi pelosok dan terisolasi, Wawan harus berjalan kaki 6 kilometer setiap hari, bolak-balik menuju sekolah.
"Membuat peserta didik mampu melakukan presentasi di depan umum dan mau divideokan, itu cukup luar biasa bagi saya. Karena anak-anak suku Dayak wilayah pedalaman, biasanya cenderung lebih tertutup dan kurang terbuka dengan dunia luar," ujarnya, Jumat (25/11/2023).
Wawan mengaku terharu mendapat penghargaan tersebut. Ia mempersembahkan piagamnya untuk anak-anak Dayak Punan.
Di Kabupaten Malinau, ada dua wilayah yang cukup terisolasi dari daerah lain, yakni Long Sule dan Long Berang.
Baca juga: Uji Nyali Jalan Tanah Penuh Tanjakan Jalur Malinau-Krayan, Medan Berat di Km 43 ke Semamu
Dua wilayah tersebut dihuni oleh masyarakat Dayak Punan. Mayoritas mereka adalah petani dan sebagian lain bekerja di hutan sebagai pencari kayu Gaharu, penambang emas secara tradisional, juga pencari rotan.
"Di sini ada internet, tapi ubiqu yang menggunakan satelit. Kalau beli paket data 315 MB harganya Rp 25.000, kalau 1 GB Rp 120.000. Tentu tidak bisa untuk mendukung sistem pembelajaran digital. Terlalu mahal biayanya," kata Wawan.
Nihilnya listrik juga menjadi hambatan lain. Beruntung, di sekolah ada PLTS yang bisa dimanfaatkan.
"Di Long Sule tidak ada yang punya kendaraan. Lagian jalannya juga tidak ada, adanya jalan setapak, jalan kampung. Dan BBM juga harganya Rp 50.000 satu liter," imbuhnya.
Gambaran kondisi tersebut membuat Wawan memutar otak agar guru bisa memberikan inovasi dan terobosan dalam metode mengajar yang saat ini semua dilakukan serba digital.