Setelah berembuk dengan kepala sekolah, berkonsultasi dengan ketua UPT Dinas Pendidikan Kaltara, ia pun membuat terobosan sebagai pemutus kesenjangan sistem pendidikan anak-anak Dayak Punan.
Wawan membuat inovasi metode ajar digital tanpa koneksi internet yang diberi nama learning Managemen system (LMS).
"Saya fungsikan di jaringan Lokal Area Network (LAN) menggunakan wifi, tapi tak tersambung di internet. Komputer dijadikan server, router atau wifi jadi akses poin dan HP peserta didik jadi klien," jelasnya.
Ketika server sudah meluncurkan LMS, maka website bisa diakses dari klien. Peserta didik bisa mengunduh video, modul ajar, mengumpulkan tugas, bahkan mengikuti Computer Based Test (CBT).
Sementara guru, bisa melakukan asesmen berbasis android.
Sekolah juga memanfaatkan dana BOS untuk mengakomodasi para peserta didik yang tidak memiliki ponsel.
Di SMAN 13 Long Sule, sekitar 30 persen peserta didik belajar dengan tablet yang menjadi aset sekolah.
"Dengan sistem pembelajaran digital, mereka lebih termotivasi. Guru juga sadar kalau mengajar modelnya semacam ceramah, anak-anak didik bosan dan berpengaruh pada motivasi mereka," kata Wawan lagi.
Dengan LMS, sekolah bisa mengurangi penggunaan kertas dalam kegiatan belajar-mengajar.
Ulangan semester, PTS, sampai tahap pengoreksian juga menggunakan sistem digital. Begitu ujian sudah selesai, nilai hasil koreksi akan segera muncul, tidak lagi dengan sistem manual.
"Metode ajar ini ternyata diapresiasi Mendikbud, dan saya masih harus berbenah dan terus menyempurnakan sistem LMS. Demi terus memberikan kemudahan akses belajar bagi anak-anak di wilayah khusus, dalam hal ini, anak-anak Suku Dayak Punan di Long Sule, Malinau," kata Wawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.