KENDARI, KOMPAS.com – Tujuh dari sembilan bahasa daerah di provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terancam punah akibat sejumlah faktor.
Hal ini diungkapkan Kepala Kantor Bahasa Provinsi Sultra, Uniawati, saat pembukaan Kongres Internasional IV Bahasa-Bahasa Daerah Sultra di Kota Kendari pada Selasa (21/11/2023).
“Tujuh bahasa daerah tersebut yakni Bahasa Ciacia, Bahasa Culambacu, Bahasa Lasalimu Kamaru, Bahasa Kulisusu, Bahasa Moronene, Bahasa Muna, dan Bahasa Tolaki," ungkap Uniwati.
Selain itu ada satu bahasa daerah sangat kritis punah. Kemudian ada satu bahasa mengalami kemunduran. Masing-masing jumlah penutur kurang dari 300.000.
Baca juga: 14 Panggilan Ayah dalam Bahasa Daerah di Indonesia
Menurutnya, bahasa daerah tersebut terancam punah lantaran tidak diwariskan kepada generasi muda. Saat ini, para orangtua banyak yang menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi sehari-hari dengan anaknya.
Hasil riset Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2008 yang dilansir dari labbineka.kemdikbud.go.id menyebutkan, bahasa daerah di Sulawesi Tenggara berjumlah 15.
Adapun rinciannya sembilan bahasa asli Sulawesi Tenggara dan enam bahasa pendatang. Bahasa daerah asli meliputi bahasa Cia-cia, bahasa Culambacu, bahasa Kulisusu, bahasa Lasalimu-Kamaru, dan bahasa Morunene.
Lalu bahasa Muna, bahasa Tolaki, bahasa Wolio dbahasa Pulo sebagai bahasa daerah asli Sulawesi Tenggara.
Sementara bahasa pendatang yakni bahasa Bajo, bahasa Sunda, bahasa Sasak, bahasa Bugis, bahasa Jawa dan bahasa Bali.
Dia mengatakan perlu penanganan serius semua pihak agar ketujuh bahasa daerah tersebut tidak benar-benar punah.
Dia menilai keluarga memiliki peran penting dalam perlindungan dan pelestarian bahasa daerah. Sebab keluarga menjadi orang terdekat yang akan banyak berkomunikasi dengan anak.
"Ini harus dimulai dari keluarganya, karena mereka sumber komunikasi pertama dari anak, peran mereka untuk melestarikan budaya sangat dibutuhkan," ungkapnya.
Selain itu, pelestarian bahasa juga perlu dilakukan di sekolah dengan membuka pelajaran khusus. Sehingga para siswa bisa dapat memahami dan mengetahui bahasa daerah masing-masing.
Menanggapi hal tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto menegaskan pihaknya akan meminta pemda-pemda untuk memberikan manuskrip dan arsip terkait bahasa daerah yang ada di wilayah masing masing.
“Nantinya kita akan melakukan pencatatan agar kita bisa ingat. Kemudian kita daftarkan ke UNESCO. Hal ini juga sudah saya tugaskan kepada Kepala KBST untuk dapat mengumpulkan sembilan bahasa daerah yang ada,” katanya membuka kongres internasional IV Bahasa Bahasa Daerah di Kendari.