BENGKULU, KOMPAS.com - Sejumlah ibu asal Desa Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, sontak membuat sibuk Paspampres pada Kamis (20/7/2023) saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke SMK Negeri 1 Kota Bengkulu.
Emak-emak tersebut menyampaikan kegundahan tentang aktivitas tambang pasir besi di kampungnya, Desa Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu.
Kegundahan para ibu tersebut direspon presiden, bahkan istana menyebutkan dalam waktu cepat aduan ini segera direspon.
Baca juga: Tolak Kaus Pemberian Jokowi, Ibu-ibu di Bengkulu Minta Presiden Usir Tambang Pasir Besi
Lalu bagaimana duduk perkara penolakan tambang pasir besi ini?
Aksi protes warga pesisir pantai Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, menolak pertambangan pasir besi sebenarnya terjadi sejak tahun 2000.
Saat itu, terdapat beberapa Izin Usaha Pertambangan (IUP) diterbitkan pemerintah.
Penolakan keras warga terjadi dalam bentuk unjuk rasa, konsultasi, dan lainnya.
Penolakan warga berbuah aktivitas pertambangan berhenti beroperasi. Meski berhenti beroperasi, bukan berarti IUP perusahaan dicabut pemerintah karena ada beberapa IUP berakhir pada 2030.
Selanjutnya, pada 23 Desember 2021, masyarakat kembali bergejolak karena salah satu perusahaan tambang yakni PT Faminglevto Bakti Abadi (FBA) yang mengklaim memiliki IUP operasional sejak tahun 2010 hingga 2030 memulai kegiatan. Kegiatan pertambangan memantik kembali penolakan oleh warga.
Aksi pendudukan lokasi tambang oleh masyarakat yang dimotori kelompok perempuan. Bentrokan antara polisi dan kelompok perempuan menolak tambang sempat terjadi mengakibatkan beberapa orang warga terpaksa diamankan ke Mapolres Seluma.
Elda Nenti, salah seorang warga Pasar Seluma yang sempat menerobos Paspampres bertemu Presiden Joko Widodo, menyatakan pada Kompas.com, wilayah yang akan dieksploitasi oleh pertambangan pasir besi seluas 164 hektar, di mana seluas 350 meter mengarah ke arah laut dan 350 meter mengarah ke daratan dari garis pantai pesisir barat Kabupaten Seluma.
Hal ini menjadi ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat pesisir, wilayah Desa Pasar Seluma masuk dalam kawasan rawan bencana oleh BPBD Provinsi Bengkulu.
Bahkan di lokasi tersebut telah dibangun shelter tsunami dan early warning system.
"Wilayah yang dieksploitasi tambang pasir besi ini juga merupakan kawasan hutan konservasi yang notabane merupakan sabuk hijau pengaman desa dari bencana ekologis seperti gelombang, angin. Selain itu, pesisir dan laut Kabupaten Seluma merupakan sumber utama mata pencaharian masyarakat sejak zaman nenek moyang seperti ikan dan remis. Dengan adanya aktivitas pertambangan pasir besi, warga khawatir akan berdampak pada mata pencaharian. Kemudian remis yang merupakan identitas dan menjadi sumber mata pencaharian tradisional oleh perempuan di pesisir barat akan hilang dan habis," jelas Elda pada Kompas.com, Sabtu (22/7/2023).
Pada 23 Desember 2021, Perempuan Pasar Seluma melakukan aksi mendatangi tambang pasir besi sebagai bentuk protes hadirnya pertambangan pasir besi di desa mereka.