BIMA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencatat 16.440 jiwa di wilayah ini hidup di bawah garis kemiskinan pada 2022.
Angka tersebut meningkat dibanding 2021 lalu, yang mana ada sejumlah 16.220 jiwa hidup miskin.
Data ini berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS Kota Bima.
"Kalau untuk 2023 kita belum bisa merilis angkanya, karena surveinya baru berjalan dan akan kami sampaikan di 2024," kata Humas BPS Kota Bima, Azizan saat dikonfirmasi, Rabu (5/7/2023).
Azizan mengatakan, dari segi jumlah warga yang hidup di bawah garis kemiskinan memang bertambah sekitar 220 jiwa.
Namun, dari sisi persentase angka kemiskinan di wilayah ini cenderung menurun, seperti halnya di tahun 2021 persentasenya ada 8,88 persen, sedangkan pada 2022 persentase penduduk miskin tercatat 8,80 persen.
Menurut dia, hal itu terjadi karena adanya perbedaan jumlah populasi penduduk yang digunakan sebagai dasar untuk menyimpulkan angka penduduk miskin di Kota Bima.
Tahun 2021 populasi penduduk yang menjadi rujukan ada 179.720 jiwa, sedangkan di tahun 2022 populasinya bertambah menjadi 182.982 jiwa.
"Ini bisa terjadi karena warga miskin kita itu punya keturunan yang ternyata harus hidup di standar hidup yang sama, jadi pertumbuhan penduduk ini juga mempengaruhi," jelasnya.
Azizan mengaku, tak bisa memastikan faktor utama yang menjadi pemicu 16.440 jiwa masih hidup dibawa garis kemiskinan di Kota Bima.
Baca juga: Kemiskinan di Lumajang Turun tetapi Pengangguran Naik, Anggota DPRD: Janggal Ini...
Pasalnya, BPS hanya memotret kondisi yang tengah dialami masyarakat saat proses survei berlangsung, mulai dari pemenuhan kalori harian sampai persediaan bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Demikian juga soal kecamatan dengan jumlah warga miskin terbanyak di Kota Bima, BPS tak bisa merincinya karena proses survei dilakukan dengan mengambil sampel di sejumlah kecamatan.
"Kita belum bisa mengeluarkan kecamatan mana yang paling banyak penduduk miskin, karena potret di BPS itu cukup untuk menganalisis sampai level kabupaten kota, ndak bisa sampai tingkat kecamatan," kata Azizan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.