ARMILA (57) terus meratapi nasib “tabungan” anaknya yang tidak bisa ditarik. Anaknya yang bernama Ibrahim Alkalipi tidak menabung di Banque Nationale de Paris Paribas – bank yang biasanya terkait dengan dana-dana “haram” milik orang “tajir melintir” – tetapi menabung di SD Negeri 2 Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Pangandaran, Jawa Barat.
Sebagai ibu tunggal, mendapatkan pekerjaan di Pangandaran, Jawa Barat untuk seukuran usianya bukanlah perkara gampang. Pendapatan Rp 40.000 dari hasil kerja serabutan adalah hal yang patut disyukurinya (Kompas.com, 1/7/2023).
Ibrahim yang berasal dari keluarga melarat, sadar dengan perjuangan ibunya. Dia pun ringan tangan membantu orang yang membutuhkan bantuannya.
Dari catatan lusuh yang selalu disimpannya, Ibrahim memiliki tabungan Rp 4,4 juta hasil dia mengumpulkannya dari kelas 1 hingga 4 SD.
Tujuannya menabung seperti permintaan dan harapan para guru, uang yang ditabung kelak bisa digunakan untuk melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama.
Ibrahim tidak sendirian. Widiansyah yang juga bersekolah di SD Negeri 2 Kondangjajar malah memiliki tabungan Rp 45 juta.
Tidak hanya di SD Negeri 2 Kondangjajar, ternyata praktik dan kelakuan guru yang tidak bisa “digugu” dan “ditiru” juga diikuti sekolah-sekolah di Kecamatan Cijulang dan Kecamatan Parigi di Pangandaran.
Hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Pangandaran, total uang tabungan siswa yang mandeg “hanya” di dua kecamatan, yakni di Cijulang dan Parigi mencapai Rp 7,47 miliar. Di antaranya yang dipinjam 62 guru dan belum bisa dikembalikan mencapai Rp 1,5 miliar.
Jika dirinci per kecamatan, di Cijulang uang tabungan siswa yang “parkir” di koperasi sekolah mencapai Rp 2.309.198.800, sedangkan yang “diutang” guru mencapai Rp 1.372.966.300.
Di Parigi, yang “diutang” para guru berjumlah Rp 77.662.500, sisanya yang berjumlah Rp 3.904.427.259 juga macet (Kompas.com, 28/06/2023).
Hingga hari ini, nasib tabungan ratusan mungkin juga ribuan siswa di Pangandaran masih “auh ah gelap” alias tidak jelas.
Guru-guru yang mengutang uang tabungan siswa sudah mengaku. Harusnya siapa yang mengelola uang tabungan siswa di koperasi dan salah mengelolanya harus bertanggungjawab penuh.
Tidak cukup hanya pihak inspektorat atau dinas pendidikan saja yang diturunkan oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran, tetapi pihak Polres Pangandaran juga harus memproses adanya pengaduan orangtua murid.
Dinas Pendidikan sebagai instansi vertikal yang menaungi para guru, bisa memaksa guru yang meminjam uang tabungan siswa untuk mengembalikan pinjaman.