SEMARANG, KOMPAS.com - Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, perkiraan pertumbuhan penduduk Jawa Tengah pada 2045 mencapai 42 juta. Sehingga butuh sebanyak 4,1 juta ton beras dalam setahun untuk jutaan penduduk tersebut.
"Penduduk kita pada 2045 akan berjumlah 42 juta. Sekarang 37 juta itu akan ada tambahan kebutuhan setop pangan," ujar Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Jateng, Mohammad Arief Irwanto Kamis (22/6/2023).
Dari sisi produksi, penyediaan pangan dihadapkan tantangan berupa perubahan iklim, SDM pertanian, dan daya dukung produksi pangan seperti luas lahan, kesuburan, dan seterusnya. Belum lagi produksi pertanian yang bersifat musiman dna daya simpan yang terbatas.
Baca juga: China Dihantui Krisis Pangan Akibat Cuaca Ekstrem
Sementara dari sisi permintaan pangan, penyediaan pangan dihadapkan tantangan pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya ekonomi dan kesadaran masyarakat soal kualitas pangan. Lalu masih ada sebagian kelompok yang sulit mengakses pangan.
Mengantisipasi hal itu, pihaknya mendorong kemandirian pangan agar penduduk Jateng tidak ketergantungan terhadap impor.
Terbukti, pada 2022 dengan 35 juta penduduk, Jateng mampu memproduksi sebanyak 5,4 juta ton beras per tahun. Sedangkan jumlah yang dibutuhkan untuk konsumsi hanya 3,9 juta ton beras.
Ia menyebut sisa stok beras di Jateng itu bahkan dapat membantu kebutuhan pangan di luar provinsi.
Kondisi surplus stok pangan, khususnya beras diperkirakan juga bakal terjadi pada 2045 mendatang. Sehingga pihaknya meyakinkan bila Jateng tidak akan mengalami krisis pangan.
"Untuk kebutuhan nasional, 35 juta ton beras per tahun dengan jumlah penduduk 330 juta penduduk pada 2045 mendatang," lanjutnya.
Baca juga: Krisis Pangan Bisa Picu 345 Juta Orang Kelaparan
Padahal produksi beras nasional per tahun saat ini berada di angka 31,5 juta ton. Untuk mencegah kekurangan stok, pihaknya bersama stakeholhed terkait seperti Dinas Ketahanan Pangan perlu mendoring sejumlah upaya.
"Yang penting, satu modernisasi cara pertanian. Perbaikan proses berkaitan dengan efisiensi, karena produksi hasil tani kita dari bibit, pola tanam, sampai panen itu masih agak mahal," jelasnya.
Menurutnya dengan modernisasi pertanian, para petani dibantu oleh teknologi yang menghemat tenaga tapi mampu memproduksi hasil tani dalam jumlah signifikan sesuai kebutuhan penduduk.
Kedua, penguatan cadangan dan perbaikan sistem logistik pangan. Lalu ketiga mendukung integrasi semua sistem informasi, termasuk pertanian dengan pasar.
Baca juga: Krisis Pangan di Masalembu Sumenep, DPRD Minta Kadis Sosial dan Kepala BPBD Dievaluasi
Di samping peningkatan kapasitas dproduksi, Ditjen Perencanaan Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Hamid Sangadji juga menambahkan pentingnya upaya difersifikasi pangan lokal. Sehingga beras bukan sumber makanan pokok satu-satunya.
Berkaitan kebutuhan kalori ya. Jadi standarnya beda-beda. Tadi disampaikan thailand berbeda dengan indonesia. Kemunhkinan yang di kota dan di desa. Tapi kita akan bersinergi dengan kota.
"Belajar dari perang Ukraina-Rusia kita harus mandiri dan bertahan dari aspek pangan, air, dan energi," tandas Hamid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.