SAMARINDA, KOMPAS.com - Tim Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menahan satu lagi tersangka kasus korupsi pengelolaan keuangan di perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) minyak dan gas (Migas) di Kaltim, Kamis (15/6/2023).
Kali ini dari pihak rekanan atau kontraktor, yakni pria inisial W sebagai Direktur Utama PT MJC.
W ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Klas IIA Samarinda, karena khawatir melarikan diri atau merusak barang bukti. Dia diduga merugikan negara Rp 10,7 miliar.
Baca juga: Kasus Korupsi Pengadaan Kapal Rp 8 M di Sumenep, Kejari Tahan 2 Tersangka Baru
Sebelummya, Penyidik Kejati telah menetapkan tersangka Dirut perusahaan BUMD PT Migas Mandiri Pratama Kaltim (MMPKT), inisial HA, periode 2013-2017.
Juga, Direktur PT Migas Mandiri Pratama Hilir Kaltim (MMPH), inisial LA periode 2013-2017, anak perusahaan PT MMPKT.
Dua inisial terakhir, diduga merugikan negara senilai Rp 25 miliar.
Perkara keduanya sudah bergulir di Pengadilan Negeri Samarinda. Pada Rabu, (7/6/2023) agenda sidang sudah tahap pemeriksaan lima saksi dari JPU.
"Dalam perkara ini para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat dalam pengelolaan uang yang bersumber dari penyertaan modal Pemprov Kaltim," ungkap Kepala Seksi Penerangan Umum, Kejati Kaltim, Toni Yuswanto saat dihubungi Kompas.com di Samarinda, Kamis malam.
Toni menjelaskan posisi kasus untuk tersangka W sebagai rekanan.
Baca juga: Firli Bahuri soal Dugaan Korupsi di Kementan: Nanti Kita Akan Ungkap Semua
Pada 2014, PT MMPKT menyerahkan uang sebesar Rp 12 miliar kepada PT MMPH. Uang itu seolah-olah direncanakan untuk investasi Proyek Property The Concept Bussiness Park.
Lalu, PT MMPH uang itu ditranfer ke rekening milik rekanan PT MJC yang ditunjuk untuk melaksanakan Pembangunan Kawasan Rukan The Concept Bussiness Park dengan masa pekerjaan 18 bulan, terhitung sejak 1 Oktober 2014-1 April 2016.
"Tapi sampai dengan saat ini, pekerjaan itu tidak sesuai rencana. Sudah begitu, PT MJC pun tidak kembalikan uang Rp 12 miliar itu," terang Toni.
Tak hanya itu, saat uang itu ditranfer ke PT MJC pun tanpa melalui kajian, feasibility study, tidak tertuang dalam RKAP dan tidak ada persetujuan Dewan Komisaris. Temuan lainnya pekerjaan itu sebenarnya di luar usaha bisnis (core bussiness) PT MMPH.
"Sedari awal (para tersangka) memang merencanakan permufakatan jahat dalam pengelolaan keuangan ini," jelas Toni.
Sementara, untuk posisi kasus dua dirut, kata Toni, masih dalam kurun 2014-2015, PT MMPKT meminjamkan sejumlah uang kepada anak perusahaannya PT MMPH untuk investasi.