GORONTALO, KOMPAS.com – Masyarakat Gorontalo bangga burung maleo senkawor (Macrocephalon maleo), yang menjadi hewan endemik Sulawesi menghiasi logo Keketuaan ASEAN Indonesia.
Dalam laman ASEAN2023.id, dijelaskan dalam logo ini terdapat 3 elemen, yaitu langit, pegunungan dan lautan, dan burung maleo.
Visualisasi langit sebagai simbol yang merangkul bola dunia, melindungi, dan mengayomi. Secara simbolis langit berperan sebagai payung dari wadah bola dunia.
Gunung sebagai perwujudan bentuk yang kokoh dan simbol kestabilan. Selain itu juga simbolisasi arah pertumbuhan yang optimis.
Bentukan gunung bersifat layaknya sedang bertumbuh mengarah ke atas. Sebagai representasi arah, visualisasi tersebut memiliki arti membawa keseluruhan ASEAN bertumbuh ke arah yang lebih baik.
Sementara lautan, secara konseptual merupakan penghubung dan pemersatu setiap pulau antarnegara dalam kawasan
Kemudian simbol maleo merupakan representasi kekayaan hayati Nusantara, sebagai identitas Indonesia karena burung ini merupakan burung khas endemik asli Indonesia yang berasal dari Sulawesi.
Pemilihan simbolisasi Indonesia ini sengaja diambil dari Indonesia bagian tengah yang secara konseptual diibaratkan sebagai simbol sentralitas, terpusat, dan sebagai penghubung, sesuai dengan tema besar dari Keketuaan ASEAN Indonesia 2023.
Burung Maleo juga perwujudan dari kata “membumi dan rendah hati”. Dalam wujudnya sebagai burung, maleo tidak terbang melainkan berjalan di darat. Berjalan bersama membawa kemajuan untuk ASEAN dan dunia.
Baca juga: KLHK Keluarkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Maleo Senkawor
“Kami bangga burung maleo yang ada di tempat kami menjadi lambang keketuaan Indonesia di negara-negara Asia Tenggara,” kata Ardin Mokodompit, seorang warga Kecamatan Suwawa Timur yang akrab dengan burung maleo, Selasa (9/5/2023).
Ardin Mokodompit merupakan anggota Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
Ia memiliki kemampuan mengetahui fauna di taman nasional yang sering dimasukinya saat menggelar patroli. “Burung maleo banyak di kawasan Hungayono,” ujarnya.
Hungayono merupakan wilayah di dalam hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, yang menjadi tempat bertelur burung maleo. Di kawasan ini terdapat panas bumi (geothermal) yang dijadikan sarana untuk menetaskan telur burung maleo.
Ardin menjelaskan, burung maleo di sini sebelum bertelur akan menggali tanah. Setelah membuat lubang, burung maleo akan meletakkan telurnya lalu menutup lubang kembali. Telur yang ada di dalam ini akan dihangatkan oleh panas bumi hingga menetas.
“Maleo tidak mengerami telurnya seperti ayam atau burung lainnya. Inilah keistimewaan burung kebanggaan kami,” ujar Ardin Mokodompit.
Baca juga: Pembangunan Tempat Wisata dan Kebun Sawit Sebabkan Populasi Burung Maleo di Sulbar Terancam Punah