Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLHK Tetapkan 21 November Sebagai Hari Maleo Sedunia

Kompas.com - 21/11/2020, 22:33 WIB
Rosyid A Azhar ,
Khairina

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com –  Hari Maleo Sedunia (World Maleo Day) ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama sejumlah mitra jatuh pada 21 November di obyek wisata alam Lombongo, Kabupaten Bone Bolango, Goronalo, Sabtu (21/11/2020).

Penetapan Hari Maleo Sedunia ini dilakukan untuk memperingati pelepasliaran pertama anakan maleo di taman nasional ini pada 21 November 2001.

Ini merupakan program penyelamatan maleo yang dilakukan oleh Wildlife Conservation Society (WCS) dan Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Burung yang memiliki nama latin Macrocephalon maleo saat ini tengah mengalami ancaman yang serius.

Dalam daftar merah The International Union for Conservation of Nature (IUCN) burung maleo berstatus genting (endangered), dengan populasi yang cenderung menurun terus.

Baca juga: Sejumlah Anak Burung Maleo Mati Akibat Terendam Banjir di Gorontalo

Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Supriyanto mengatakan, penetapan Hari Maleo Sedunia merupakan momentum yang tepat untuk memingkatkan upaya konservasi burung maleo yang hanya ada di Pulau Sulawesi.

“Bersama para mitra dari Pemerinrah Kabupaten Bone Bolango, WCS, EPASS Project dan Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo, kami mampu membangun kolaborasi dalam bentuk Festival Maleo, yang salah satu kegiatannya adalah pencanangan Hari Maleo Sedunia,” kata Supriyanto.

Dalam festival ini hadir Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Eksploitasia, Asisten Bidang Administrasi Pembangunan Pemerintah Provinsi Gorontalo Sutan Rusdi dan Sekretaris Daerah Bone Bolango Ishak Ntoma.

Burung maleo saat ini menghadapi tekanan dan ancaman.

Menurut Iwan Hunowu, Sulawesi Program Manager, Wildlife Conservation Society– Indonesia Program (WCS- IP) burung maleo memiliki ketergantungan hidup pada panas bumi atau panas matahari untuk penetasan telur menyebabkan lokasi yang cocok untuk bertelur sangat terbatas.

“Perilaku bertelur secara bersama-sama (komunal) menyebabkan lokasi bersarang menjadi tempat terkonsentrasinya telur, pada waktu tertentu, juga burung dewasa dan anak. Sebagai konsekuensinya, tempat-tempat bertelur yang jumlahnya terbatas menjadi sasaran utama dari predator,” kata Iwan Hunowu.

Baca juga: Kenali Kawasan Jelajah, Peneliti Lepaskan Burung Maleo Bercincin

Hasil riset yang dilakukan WCS di 2 lokasi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Tambun dan Muara Pusian menunjukkan rata-rata telur yang selamat dari soa-soa (Varanus sp) hanya sekitar 40 persen. Jika ditambah dengan ancaman lain non alami maka risiko kelestarian burung ini semakin mengecil.

Iwan Hunowu menyebut ada 2 ancaman non alami yang mengintai burung maleo, ancaman langsung seperti pencurian telur, perusakan tempat bertelur, perburuan menggunakan jerat. Ancaan tidak langsung adalah putus atau terganggunya akses ke tempat bertelur.

“Putus atau terganggunya akses ke tempat bertelur banyak terjadi untuk tempat-tempat bersarang di pinggir pantai.  Perluasan pemukiman, areal pertanian atau perkebunan, dan pembangunan prasarana seperti jalan aspal di daerah pesisir menyebabkan koridor penghubung habitat dan tempat bersarang terputus.  Jika ini terjadi, perlindungan yang paling ketat sekalipun terhadap tempat bersarang tidak ada gunanya,” tutur Iwan Hunowu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com