Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Kebijakan Subsidi Motor Listrik, Pengamat Minta Pemerintah Dahulukan Transportasi Massal

Kompas.com - 05/04/2023, 20:47 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Pakar Ilmu Lingkungan Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Budi Setiawan mempertanyakan kepentingan pemerintah dalam program subsidi motor listrik. Diketahui melalui kebijakan tersebut, masyarakat dapat membeli motor listrik seharga Rp 8-10 juta.

Dia menilai saat ini kondisi listrik di Indonesia memang surplus. Namun menurutnya, energi listrik tersebut masih bersumber dari fosil atau batu bara yang diolah di PLTU.

“Kalau kita beralih ke listrik, kita lihat dulu sumbernya dari mana. Kita mayoritas dari PLTU dan kondisi listrik kita surplus sekarang. Pemerintah mendorong itu karena suplai listrik terlalu banyak, atau karena kepentingan lainnya yang positif,” tutur Budi saat ditemui di kampus, Rabu (5/4/2023).

Baca juga: Subsidi Konversi Motor Listrik Rp 7 Juta, Biaya Maksimal Rp 10 Juta

Menurutnya, jika pemerintah memang serius dalam transisi energi berkelanjutan maka seharusnya mengutamakan perbaikan transportasi massal. Apalagi subsidi motor listrik dinilai tak efektif karena dampaknya untuk perorangan.

“Sebenernya kalau mau cepat itu transportasi publiknya yang didahulukan. Karena kalau kita subsidi satu per satu, kemampuan individu (dalam membeli motor) tidak merata,” ungkapnya.

Dia menilai pemerintah lebih baik mengarahkan subsidi tersebut untuk transportasi massal berenergi listrik. Pasalnya semua kalangan dapat mengakses dan merasakan setiap waktu.

“Kalau biaya subsidi dipakai untuk transportasi massal, katakanlan bus, sekali jalan membawa 30 penumpang. Daripada mensubsidi 30 orang seperti ini Rp 7 juta dikali 30 sudah Rp 270 juta. Kalau dibelikan bus atau feeder kan sudah jadi,” tuturnya.

Selain itu, langkah tersebut juga mampu membangun budaya masyarakat untuk menggunakan transportasi massal. Termasuk juga mengurangi polusi yang memicu efek Rumah kaca dan perubahan iklim.

“Masalahnya ya itu tadi budaya, orang Indonesia budayanya beda dengan orang Eropa yang suka jalan. Orang sini disuruh jalan lima menit sudah gembrobyos (berkeringat). Cuaca tidak mendukung. Ini yang menyebabkan budaya kita seperti ini. Mau jalan ke toko aja milih naik motor,” katanya.

“Kalau fokus transportasi massal bisa membangun kesadaran masyarakat sejak dini. Khususnya yang masih anak-anak, tidak bisa setelah SMP ke atas itu sudah sangat sulit. Jadi ini pesan untuk orangtua dan guru,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pedagang Bakso di Semarang Lecehkan Remaja SMP hingga Empat Kali

Pedagang Bakso di Semarang Lecehkan Remaja SMP hingga Empat Kali

Regional
Suarakan Kemerdekaan Palestina, Dompet Dhuafa Sulsel Bersama MAN Gelar Sound of Humanity

Suarakan Kemerdekaan Palestina, Dompet Dhuafa Sulsel Bersama MAN Gelar Sound of Humanity

Regional
Bukit Lintang Sewu di Yogyakarta: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Bukit Lintang Sewu di Yogyakarta: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Regional
Ketika 5 Polisi Berjibaku Tangkap 1 Preman Pembobol Rumah...

Ketika 5 Polisi Berjibaku Tangkap 1 Preman Pembobol Rumah...

Regional
10 Motor di Parkiran Rumah Kos di Semarang Hangus Terbakar, Diduga Korsleting

10 Motor di Parkiran Rumah Kos di Semarang Hangus Terbakar, Diduga Korsleting

Regional
1 Kg Sabu dan 500 Pil Ekstasi dari Malaysia Diamankan di Perairan Sebatik, Kurir Kabur

1 Kg Sabu dan 500 Pil Ekstasi dari Malaysia Diamankan di Perairan Sebatik, Kurir Kabur

Regional
Menyalakan 'Flare' Saat Nobar Timnas, 5 Pemuda Diamankan Polisi di Lampung

Menyalakan "Flare" Saat Nobar Timnas, 5 Pemuda Diamankan Polisi di Lampung

Regional
Sosok Rosmini Pengemis Marah-marah, Diduga ODGJ dan Dibawa Pulang Keluarganya

Sosok Rosmini Pengemis Marah-marah, Diduga ODGJ dan Dibawa Pulang Keluarganya

Regional
Komplotan Penjual Akun WhatsApp Judi 'Online' Ditangkap, Omzet Rp 5 Juta Per Hari

Komplotan Penjual Akun WhatsApp Judi "Online" Ditangkap, Omzet Rp 5 Juta Per Hari

Regional
Bukan Demo di Jalan Raya, SPSI Babel Kerahkan Ribuan Buruh ke Pantai Wisata

Bukan Demo di Jalan Raya, SPSI Babel Kerahkan Ribuan Buruh ke Pantai Wisata

Regional
Belum Ada Calon Lain, PKB Semarang Dukung Gus Yusuf Maju Pilkada Jateng

Belum Ada Calon Lain, PKB Semarang Dukung Gus Yusuf Maju Pilkada Jateng

Regional
Seorang Penumpang Kapal KMP Lawit Terjun ke Laut, Pencarian Masih Dilakukan

Seorang Penumpang Kapal KMP Lawit Terjun ke Laut, Pencarian Masih Dilakukan

Regional
Mabuk Saat Mengamen, 2 Anak Jalanan di Lampung Rampok Pengguna Jalan

Mabuk Saat Mengamen, 2 Anak Jalanan di Lampung Rampok Pengguna Jalan

Regional
'May Day', Buruh di Jateng Akan Demo Besar di Semarang

"May Day", Buruh di Jateng Akan Demo Besar di Semarang

Regional
Nobar Timnas Bareng Sandiaga di Solo, Gibran: Tak Bicara Politik

Nobar Timnas Bareng Sandiaga di Solo, Gibran: Tak Bicara Politik

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com