Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Kalbar Kembali Minta Kratom Tak Dilarang, Jadi Sumber Penghasilan Masyarakat

Kompas.com - 15/03/2023, 15:41 WIB
Hendra Cipta,
Khairina

Tim Redaksi

KAPUAS HULU, KOMPAS.com – Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji kembali meminta pemerintah pusat tidak melarang budidaya dan peredaran kratom (Mitragyna speciosa) atau dikenal juga nama daun purik.

Menurut Sutarmidji, sebagian masyarakat, khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu, menggantungkan hidupnya dengan menanam dan menjual daun purik tersebut.

“Saya berharap, budidaya kratom tidak dilarang, karena merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat Kapuas Hulu. Ditambah lagi, jumlah pohon kratom di Kapuas Hulu ini sangat banyak, mencapai jutaan batang,” kata Sutarmidji dalam keterangan tertulis, usai mengunjungi Kabupaten Kapuas Hulu, Selasa (14/3/2023).

Baca juga: Gubernur Kalbar Klaim Senator Amerika Pernah Datang untuk Bangun Pabrik Pengolahan Kratom

Sutarmidji menjelaskan, luas wilayah Kabupaten Kapuas Hulu ini, lebih besar dari Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang ditambah Provinsi Banten. Sebanyak 51 persen dari luas wilayahnya merupakan daerah kawasan.

“Kalau kratom dilarang, apalagi yang mau dibuat orang Kapuas Hulu ini, kan kita sudah menjaga lingkungan kawasan Hutan Lindung dan Taman Nasional," ungkap Sutarmidji.

Sebelumnya, pemerintah disebut akan melarang penggunaan dan ekspor kratom mulai tahun 2024. Jangka waktu tersebut dinilai memberikan kesempatan kepada para petani kratom beralih menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomis yang sama dengan tanaman kratom.

Koordinator Tim Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol (Pur) Ahwil Luthan mengatakan larangan kratom di tahun 2024, dikarenakan pemerintah tidak mau mematikan rakyat yang telah menjadi petani kratom dan mendapatkan penghasilan dari tanaman tersebut.

Baca juga: Harga Kratom Anjlok Jadi Rp 16.000 Per Kilogram, Petani Mengeluh

Permintaan tertinggi kratom justru berasal dari Amerika Serikat (AS). Padahal, BPOM AS (FDA) telah menyatakan tanaman kratom tidak boleh dipakai sebagai suplemen makanan.

“Kami mendapatkan kabar, beberapa tahun ini ekspor dari Kalimantan Barat cukup tinggi. Setelah dua sumber opium di dunia diberantas habis. Jadi ini adalah pengganti opium,” ujar Ahwil.

Tingginya permintaan ekspor kratom, ungkap Ahwil membuat posisi Indonesia menjadi serba salah dan tidak enak. Mengingat banyak negara di ASEAN, seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam telah melarang penggunaan kratom di negara mereka.

Apalagi, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika tidak memasukkan kratom sebagai jenis narkotika.

“Jadi belum ada (larangan) di Indonesia. Jadi kita masih memberikan waktu sampai 2024. Kenapa, kita tidak mau terjadi dampak sosial yang mengganggu petani-petani. Kalau kita langsung berantas dan musnahkan pohon-pohon di sana, petaninya makan apa? Jadi kita beri kesempatan sekian tahun supaya mereka bisa merubah jenis tanamannya yang nilainya hampir sama,” jelas Ahwil Loetan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

Regional
Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Regional
Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Regional
Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Regional
Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Regional
Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Regional
Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Regional
Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Regional
Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Regional
Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Regional
Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Regional
Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Regional
Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Regional
Truk Dipalak Rp 350.000 di Jembatan Jalinteng, Polisi 'Saling Lempar'

Truk Dipalak Rp 350.000 di Jembatan Jalinteng, Polisi "Saling Lempar"

Regional
9 Orang Daftar Pilkada 2024 di PDIP, Tak ada Nama Wali Kota Semarang

9 Orang Daftar Pilkada 2024 di PDIP, Tak ada Nama Wali Kota Semarang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com