BATAM, KOMPAS.com – Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) akan berhenti beroperasi pada akhir 2022 ini.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepri, Mohammad Bisri mengatakan penutupan ini dilakukan seiring dengan terus berkurangnya pasien di RSKI Galang dalam setahun terakhir belakangan ini.
“Alhamdulillah kasus covid di Kepri terus melandai, makanya RSKI Galang akhir tahun ini ditutup,” kata Bisri melalui telepon, Sabtu (17/12/2022).
Ia mengatakan untuk kelanjutan alih fungsi rumah sakit tersebut, pihaknya masih menunggu arahan dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI.
Baca juga: Satgas: Laboratorium Penelitian Virus di Pulau Galang Masih Dalam Perencanaan
“Apakah akan dijadikan laboratorium atau rumah sakit khusus lainnya, kami masih menunggu keputusan Menhan, karena bukan punya Kepri,” papar Bisri.
Seiring dengan penutupan ini, Bisri mengatakan, yang mesti jadi perhatian adalah persoalan hak para relawan yang belum dibayarkan.
“Info yang saya dapat uang makan relawan lebih kurang setahun belakangan ini tak kunjung cair, para relawan juga sempat datang ke saya minta kejelasan, tapi itu kan keputusannya dari pusat pembayarannya,” terang Bisri.
Sementara itu, para relawan RSKI Galang, Batam, Kepri memilih bertahan di rumah sakit hingga instentif uang makan mereka dicairkan meski nantinya RSKI Galang ditutup.
Perwakilan relawan RSKI Galang, Alhamzah mengatakan para relawan masih menuntut insentif uang makan yang belum dibayarkan sejak April 2022 lalu.
“Kami hanya minta insentif kami dibayarkan sejak April 2022 hingga saat ini, makanya kami pilih tetap bertahan di RSKI Galang,” kata Alhamzah.
Hamzah begitu panggilan akrabnya mengaku, selain belum dibayarkan insentif mereka, bertahannya mereka di RSKI Galang juga dikarenakan sebagian besar tim medis berasal dari luar Batam.
“Teman-teman yakin jika kami pulang ke daerah kami masing-masing, sudah tidak sempat untuk memperjuangkannya, makanya kami pilih untuk bertahan disini,” terang Hamzah.
Menurutnya, insentif uang makan mereka memang harus diperjuangkan karena per bulannya mencapai Rp 2,5 sampai Rp 3 juta.
“Jika dikalkulasikan selama sembilan bulan, maka bisa mencapai kurang lebih Rp 20 juta,” ungkap Hamzah.
Diceritakannya, sebelumnya insentif uang makan tidak dicairkan sejak awal tahun 2022. Namun karena sempat viral akhirnya insentif para relawan ini dibayarkan. Namun hanya untuk tiga bulan.
“Cair juga kemarin, tapi tiga bulan saja, April hingga saat ini tidak kunjung cair,” sebut Hamzah.
Lebih jauh Hamzah mengaku dalam waktu dekat ini pihaknya akan bertemu dengan Wali Kota Batam dan DPRD Batam untuk mengadukan nasib insentif uang mereka yang belum dicairkan.
“Mudah-mudahan semua ini cepat berakhir, karena kami juga rindu dengan daerah asal kami masing-masing,” pungkas Hamzah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.