PURWOREJO, KOMPAS.com - Ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyebut NU akan akan tetap mendukung Indonesia sebagai negara republik. Tidak hanya itu, Gus Yahya juga menolak keras paham khilafah dan negara Islam.
Hal itu disampaiakan Gus Yahya sapaan akrabnya, saat mengikuti Halaqoh Fiqih Peradaban dalam rangka menyambut Satu Abad NU, di Pesantren Al Anwar Maron, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Senin (10/10/2022).
"Kita sudah selesai tentang kebangsaan. Mau diapa-apakan, kita tidak mau negara Islam. Kita tidak mau khilafah. Kita hanya mau NKRI berdasarkan UUD 1945 titik, sudah tidak ada tawar menawar lagi," katanya.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Wasekjen PBNU: Semua yang Salah dan Lalai Sebaiknya Mundur
Dia mengatakan Halaqah Fiqih Peradaban adalah forum pertemuan para kiai dan ulama untuk membicarakan persoalan-persoalan keagamaan dan masyarakat yang terkait dengan perdamaian. Tidak hanya bagi warga NU dan Indonesia, tapi disebut juga untuk masyarakat dunia.
Ia menegaskan bahwa sekarang sudah bukan waktunya untuk perpecahan di antara sesama bangsa Indonesia. Menurutnya, ada persoalan yang lebih besar yakni kekacauan dunia grafiknya semakin meningkat. Mulai dari persoalan ekonomi politik hingga peperangan antarnegara.
"Kekacauan dunia grafiknya semakin meningkat. Maka perlu untuk kita sebagai generasi bangsa turut andil dalam perdamaian dunia, hal itu kita wujudkan pada Muktamar Fiqih Internasional yang akan datang," katanya.
Diketahui Halaqah Fiqih Peradaban ini digelar kurang lebih 300 kali sebelum Muktamar Fiqih Internasional tahun 2023 mendatang. Hal itu dilakukan sebagai komitmen NU dalam menjaga perdamaian dunia.
Yahya juga menjelaskan, halaqah ini akan melibatkan para kiai NU dari seluruh Indonesia. Halaqah atau pertemuan para kiai dan ulama ini sebagai upaya untuk menghidupkan kembali gagasan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan konteksnya dengan memajukan peradaban melalui agama.
"Dalam muktamar fiqih internasional kita akan mengundang 300-an ulama dari seluruh dunia. Muktamar ini akan kita jadikan agenda tahunan. Muktamar harus menjadi peradaban baru yang lahir untuk membangun dunia," katanya.
Baca juga: PBNU Bakal Berikan Santunan Rp 5 Juta untuk Korban Meninggal Tragedi Stadion Kanjuruhan
Senada dengan Gus Yahya, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU KH Ulil Abshar Abdalla menyebut, program Halaqah Fiqih Peradaban merupakan salah satu cara Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menghidupkan gagasan Gus Dur.
Selain itu, halaqoh Ini yang menjadi visi Gus Yahya dalam memimpin NU hingga 2027 mendatang.
Secara substansi pemikiran, Gus Dur ingin agar ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), ajaran pesantren, dan kitab kuning yang dipelajari bisa memberikan jawaban dan respons terhadap keadaan-keadaan yang sedang dihadapi masyarakat.
Ulil mengatakan, jangan sampai pemahaman yang salah terkait negara Islam atau khilafah menambah kekacauan dunia yang sedang terjadi saat ini.
"Pemahaman negara khilafah Di Indonesia adalah pemahaman yang tidak kontekstual," katanya.
Halaqoh yang digelar di Ponpes Al Anwar Maron, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo merupakan hal yang istimewa. Selain menjadi yang kedua dihadiri oleh Ketum PBNU, halaqah ini juga dihadiri oleh, Pengasuh Pesantren Al Anwar KH R Mahfud Hamid, DPRD Purworejo Frans Suharmaji, Bupati Purworejo Agus Bastian, Forkopimda dan para alim Ulama.
"Dari target 300-an halaqoh, saat ini masih berjalan 50, dan di Purworejo menjadi yang kedua yang dihadiri oleh Gus Yahya langsung setelah di pesantren di Krapyak," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.