NUNUKAN, KOMPAS.com - Amaluddin Ragol (27), pemuda asal Nunukan, Kalimantan Utara, telah membuktikan bahwa keterbatasan tidak membuatnya pasrah dengan keadaan.
Dengan tinggi badan 193 cm, ia memutuskan menekuni basket hingga akhirnya dipinang menjadi pemain inti Amartha Hangtuah. Saat ini dia tampil di laga Indonesian Basket League (IBL).
"Ceritanya sedikit aneh memang. Saya tidak pernah suka basket. Pertama main basket itu SMP kelas 3, itu pun karena iseng ikut ekskul. Dan berlanjutlah sampai kelas 3 SMA karena teman teman terus ajak main,’’ ujarnya, Rabu (31/8/2022).
Baca juga: Kisah Mimin Kelola Homestay dengan Ketulusan Hati, Buat Turis Asing Betah Berlama-lama
Tidak pernah sama sekali terlintas kalau dirinya akan menggeluti dunia basket. Jalan tersebut, muncul begitu saja. Bahkan ia masih belum mampu mencerna jalan yang diberikan Tuhan untuknya.
Saat ini, Abdul Jafar, ayahnya, mengalami stroke. Sementara ibunya, Ernawati, didiagnosa sakit kelenjar getah bening yang butuh perawatan serius.
Amaluddin juga mempunyai dua adik yang masih menempuh pendidikan. Adik pertamanya masuk bangku kuliah. Lalu adik bungsunya masih berada di bangku kelas SMP.
‘’Alhamdulillah, dari basket, saya bisa menjadi tulang punggung keluarga. Saya yang biayai adik-adik sekolah. Orangtua juga masih terus saya usahakan untuk berobat. Semoga keduanya segera sembuh,’’ katanya.
Amaluddin menuturkan, keluarganya bukan kalangan mampu. Ayahnya, Abdul Jafar, berprofesi sebagai penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sudah bangkrut pada tahun 2012.
Setelah mengikuti ujian kelulusan SMA, seniornya di sekolah yang mengerti kondisi ekonomi keluarga Amaluddin, menyarankan untuk melanjutkan studi di Makassar.
"Di sana ada beasiswa prestasi, ada juga bidang basket. Dari situ, saya punya keinginan lebih untuk basket dan berusaha masuk kampus UNM atau Unhas, mengejar beasiswa tersebut,’’ lanjutnya.
Jalan pilihannya akhirnya dimudahkan Tuhan. Setelah lulus SMA, pada 2012, Amaluddin bertemu dengan mantan pemain IBL, Pahala.
Pahala yang mengenal manager klub Hangtuah lalu menawarkan seleksi pemain selama 3 bulan. Tanpa pikir panjang, Amaluddin langsung setuju dan berangkat ke basecamp Amartha Hangtuah di Kemang, Jakarta Selatan.
‘’Tiga bulan pelatihan itu bukan hanya melatih skill bermain. Tapi membentuk mental dan psikis, serta chemistry pemain di lapangan. Memang senioritas cukup kuat. Tapi tempaan para senior sangat berguna di lapangan. Banyaknya cacian, makian dan cercaan, tidak membuat permainan saya kendor,’’lanjutnya.
Sayangnya, Amal harus pulang kampung lagi karena ibundanya sakit. Ia pun mencoba melamar kerja sebagai honorer di Dinas Perhubungan dan Dinas Kebersihan, yang semuanya ditolak.
Dia menjadi pengangguran sampai pertengahan 2014. Tak mau terus menganggur, Amal menghubungi keluarganya di Sulawesi dan kembali mengejar niat awalnya untuk berkuliah di UNM demi beasiswa basket.