Salin Artikel

Cerita Ragol, Pemain IBL asal Nunukan yang Tekuni Basket demi Kuliah Gratis dan Bantu Perekonomian Keluarga

Dengan tinggi badan 193 cm, ia memutuskan menekuni basket hingga akhirnya dipinang menjadi pemain inti Amartha Hangtuah. Saat ini dia tampil di laga Indonesian Basket League (IBL).

"Ceritanya sedikit aneh memang. Saya tidak pernah suka basket. Pertama main basket itu SMP kelas 3, itu pun karena iseng ikut ekskul. Dan berlanjutlah sampai kelas 3 SMA karena teman teman terus ajak main,’’ ujarnya, Rabu (31/8/2022).

Tidak pernah sama sekali terlintas kalau dirinya akan menggeluti dunia basket. Jalan tersebut, muncul begitu saja. Bahkan ia masih belum mampu mencerna jalan yang diberikan Tuhan untuknya.

Saat ini, Abdul Jafar, ayahnya, mengalami stroke. Sementara ibunya, Ernawati, didiagnosa sakit kelenjar getah bening yang butuh perawatan serius.

Amaluddin juga mempunyai dua adik yang masih menempuh pendidikan. Adik pertamanya masuk bangku kuliah. Lalu adik bungsunya masih berada di bangku kelas SMP.

‘’Alhamdulillah, dari basket, saya bisa menjadi tulang punggung keluarga. Saya yang biayai adik-adik sekolah. Orangtua juga masih terus saya usahakan untuk berobat. Semoga keduanya segera sembuh,’’ katanya.

Jalan terjal menuju pemain IBL

Amaluddin menuturkan, keluarganya bukan kalangan mampu. Ayahnya, Abdul Jafar, berprofesi sebagai penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sudah bangkrut pada tahun 2012.

Setelah mengikuti ujian kelulusan SMA, seniornya di sekolah yang mengerti kondisi ekonomi keluarga Amaluddin, menyarankan untuk melanjutkan studi di Makassar.

"Di sana ada beasiswa prestasi, ada juga bidang basket. Dari situ, saya punya keinginan lebih untuk basket dan berusaha masuk kampus UNM atau Unhas, mengejar beasiswa tersebut,’’ lanjutnya.

Jalan pilihannya akhirnya dimudahkan Tuhan. Setelah lulus SMA, pada 2012, Amaluddin bertemu dengan mantan pemain IBL, Pahala.

Pahala yang mengenal manager klub Hangtuah lalu menawarkan seleksi pemain selama 3 bulan. Tanpa pikir panjang, Amaluddin langsung setuju dan berangkat ke basecamp Amartha Hangtuah di Kemang, Jakarta Selatan.

‘’Tiga bulan pelatihan itu bukan hanya melatih skill bermain. Tapi membentuk mental dan psikis, serta chemistry pemain di lapangan. Memang senioritas cukup kuat. Tapi tempaan para senior sangat berguna di lapangan. Banyaknya cacian, makian dan cercaan, tidak membuat permainan saya kendor,’’lanjutnya.

Sayangnya, Amal harus pulang kampung lagi karena ibundanya sakit. Ia pun mencoba melamar kerja sebagai honorer di Dinas Perhubungan dan Dinas Kebersihan, yang semuanya ditolak.

Dia menjadi pengangguran sampai pertengahan 2014. Tak mau terus menganggur, Amal menghubungi keluarganya di Sulawesi dan kembali mengejar niat awalnya untuk berkuliah di UNM demi beasiswa basket.

Sayangnya, jalan itu pun tak berlangsung lama. Amal bermasalah dengan keluarganya, sehingga memutuskan pulang lagi ke Nunukan.

Tidak ada yang tak mungkin

‘’Saat itulah ada telfon dari managemen Amartha Hangtuah, menanyakan masih mau ke Jakarta atau tidak? Kalau mau, segala biaya ditanggung, dan bisa menandatangani kontrak selama lima tahun bermain untuk klub Amartha Hangtuah,’’ tuturnya.

Panggilan tersebut, menjadi titik balik perjalanan Amal. Tiga bulan pelatihan dan mampu bertahan menjadi poin tersendiri. Ini juga menjadi alasan dirinya dikontrak untuk menjadi pemain inti.

Dengan nomor punggung 19, Amaluddin Ragol akhirnya menunjukkan kualitasnya, dan selalu mempertontonkan permainan ciamik.

Dia pun beberapa kali mengalami cidera parah. Mulai dari bahu bergeser, ligament putus, lutut patah hingga menghentikan aksinya lebih dari setahun. Namun ketika sembuh, penampilan apik selalu ditampilkannya. 

Berkarir hampir 8 tahun di IBL, membuat nama Amaluddin Ragol melambung dan dikenal di dunia basket Indonesia. Gajinya pun kini sudah di angka double digit.

Dia bisa menyelesaikan S1 dari karier basketnya. Bahkan saat ini juga sedang membangun rumah untuk keluarganya di Nunukan, Kaltara.

Memiliki capaian membanggakan, Ragol tetap menjadi sosok rendah hati. Ia mengaku selalu menghubungi kedua orangtuanya setiap mau latihan.

Ia juga memiliki kebiasaan untuk selalu meminta restu orangtua setiap kali hendak bertanding.

‘’Untuk anak-anak muda di perbatasan RI-Malaysia, tidak ada yang tak mungkin. Saya tidak pernah menyangka akan berkarier di dunia basket yang mengangkat derajat keluarga. Miliki niat kuat dan keyakinan teguh, harap diingat, rida orangtua harus selalu didapat di setiap langkah kita,’’ pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/31/212446978/cerita-ragol-pemain-ibl-asal-nunukan-yang-tekuni-basket-demi-kuliah-gratis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke