Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pengasah Batu Kecubung di Ketapang, Sempat Banting Setir ke Bisnis Properti

Kompas.com - 23/04/2021, 21:30 WIB
Hendra Cipta,
Dony Aprian

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com – Sebuah bongkahan batu kecubung seukuran genggaman tangan orang dewasa dipegang erat Catur Setiawan (30) menggunakan tangan kiri.

Batu berwarna ungu tersebut kemudian dia angkat ke atas. Lehernya pun mendongak. Perlahan batu tersebut dia putar ke kiri, lalu ke kanan.

Menurut Catur, hal itu salah satu cara untuk melihat dan menentukan pola yang pas dari sebuah bongkahan batu sebelum dipotong-potong untuk dijadikan batu cincin.

“Penentuan pola yang pas akan berpengaruh besar pada harga jual dan tentunya mempermudah saat mengasah,” kata Catur, satu di antara pengasah batu kecubung asal Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), Senin (19/4/2021).

Baca juga: Cerita Perajin Kujang Batu Akik Karawang, Laris setelah Beri Harga Unik hingga Tembus Mancanegara

Catur memang lahir dan tumbuh di keluarga yang menyenangi batu cincin, khususnya jenis kecubung.

Mulai dari ayah, paman, sampai saudara-saudaranya, boleh dibilang pengoleksi sekaligus pengasah batu.

“Saya mulai ngasah batu tahun 2012. Banyak melihat dan belajar dari paman saya, Om Dayat. Beliau sudah almarhum dua tahun yang lalu,” kenang Catur.

Saat itu, ingat Catur, pekerjaan mengasah batu cincin memang sudah bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.     

Gila batu

Catur mengatakan, harga pasaran kecubung baru melonjak tahun 2014.

“Tahun 2014 puncaknya batu kecubung. Saat itu booming, bahkan banyak yang seperti ‘gila batu’. Ke mana-mana orang cari batu,” ungkap Catur.

Baca juga: Suvenir Batu Akik Aceh: Dulu Laku Miliaran Rupiah, Kini Merana

Dikatakannya, batu kecubung dengan harga "bagus" praktis hanya bertahan lebih kurang dua tahun atau sampai 2016.

Hal tersebut, kata dia, lebih disebabkan saat masih booming yang dicari para pemakai dan kolektor lebih pada batunya.

Untuk kualitas pola potong dan asahan batu bukan hal yang utama.

Namun, setelah ada sejumlah kontes batu, orang-orang perlahan mulai mencari batu dengan kualitas yang bagus.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com