Menurut dia, untuk batu yang bagus, harganya beda dan lebih mahal.
Kondisi itu membuat penjualan batu kecubung menurun sekaligus mengakibatkan Catur "gulung tikar" dan akhirnya memutuskan banting setir ke properti.
Ternyata dunia properti bukanlah keahliannya. Dia merasa tak cocok menggeluti usaha tersebut.
“Sempat berjalan dua tahun di perumahan. Pada 2018 saya kembali main batu lagi,” ucap Catur.
Konsep faset ala berlian
Tak ingin gagal untuk kali ketiga, Catur kembali ke dunia asah batu dengan konsep dan ide baru, yakni faset atau cutting ala berlian.
Namun, untuk sampai ke sana, Catur harus memulainya dari nol, baik dari modal maupun kemampuan.
Catur menceritakan, kesempatan pertama untuk belajar faset muncul dari Pemerintah Kabupaten Ketapang.
Namun, kesempatan itu tak dapat diraihnya. Sebab, kuota peserta pelatihan terbatas.
“Ada pelatihan cutting, tapi yang ditunjuk abang saya. Kemudian abang saya mengajak temannya, bukan saya. Saya pikir ya sudahlah,” cerita Catur.
Sejak saat itu, Catur mulai belajar faset secara otodidak dan sesekali minta diajarkan abangnya.
“Saya belajar sampai malam, tapi tidak juga bisa. Saya sempat kesal, tapi sekaligus jadi motivasi untuk terus belajar,” ungkap Catur.
Belajar dari orang luar negeri
Catur melanjutkan, setelah mencoba sendiri, tetapi tetap tidak bisa, dia tak patah arang.
Tetap berusaha dengan mengulik-ngulik di media sosial.