BANYUMAS, KOMPAS.com- Paguyuban Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Banyumas mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo.
PPDI meminta Presiden membebaskan Perangkat Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas atas nama Slamet (46) dari jerat hukum dalam kasus penolakan pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Slamet menjadi salah satu dari tiga terdakwa dalam kasus penolakan pemakaman jenazah pasien Covid-19 di Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, April 2020.
Baca juga: Keluarga Pendeta Yeremia Tolak Jenazah Korban Diotopsi, Polri: Ini yang Jadi Permasalahan
Ketua PPDI Banyumas Slamet Mubarok menjelaskan, dalam kasus tersebut Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto memvonis Slamet dua bulan kurungan penjara pada September 2020.
"Jaksa banding, di Pengadilan Tinggi dijatuhi hukuman enam bulan," kata Mubarok saat konferensi pers di Balai Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Kamis (18/3/2021).
Tidak puas dengan putusan tersebut, pihaknya kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 22 Januari 2021.
"Kami mencari keadilan ke Mahkamah Agung, karena kami merasa belum ada keadilan. Beliau masih menjalani tahanan rumah sejak Mei 2020," ujar Mubarok.
Baca juga: Ambulans Dilempari Warga, Tolak Jenazah Pasien Reaktif Dimakamkan Protokol Covid-19
Mubarok mengatakan, kasasi juga diajukan untuk dua terdakwa lain, Karno (47) dan Tio (35), keduanya warga Desa Glempang.
Dalam surat terbuka itu dijelaskan, Slamet yang juga menjadi Ketua Satgas Covid-19 Desa Glempang saat itu tengah menjalankan tugas dari kepala desa untuk mengamankan wilayah karena ada penolakan pemakaman jenazah pasien Covid-19 di desa tetangga, Tumiyang.